Selain seminar nasional, terdapat juga diskusi internasional, yang mana menjadi bagian dari rangkaian Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di tahun 2020 pada hari Senin, (12/10). Pada sesi diskusi internasional yang berlangsung secara virtual tersebut, menghadirkan pembicara utama Prof. Dwikorita Karnawati, moderator sesi Harkunti P. Rahayu, Ph.D dan Riyanti Djalante, Ph.D, serta narasumber dari beberapa negara, yaitu Dr. Nilesh Buddha, David Coetzee, Necephor Mghendi, Prof. Taro Arikawa, Animesh Kumar, Prof. Dilanti Amaratunga, Dr. Marlon de Luna Era dan Prof. Ruben Paul Borg.
Topik yang diangkat mengenai pendekatan terhadap potensi multibahaya di tengah pandemi COVID-19. Topik tersebut menjadi isu bersama, tidak hanya di Indonesia saja tetapi juga di dunia. Sebab, penyebaran virus SARS-CoV-2 masih terus menginfeksi sejumlah populasi di dunia. Tidak hanya bencana COVID-19 saja, di saat yang sama potensi bahaya geologi dan hidrometeorologi juga bisa terjadi. Sehingga masyarakat menjadi jauh lebih rentan terhadap ancaman bahaya tersebut.
Manajer Program WHO South East Asia Regional Office, Nilesh Buddha pada diskusi internasional secara virtual, Senin (12/10), menyebutkan bahwa perlu peningkatan kapasitas individu dan komunitas melalui pemberdayaan masyarakat, serta pendidikan tentang bahaya, seperti informasi mengenai COVID-19. Perlu juga penguatan kesiapsiagaan di wilayah yang memiliki risiko tinggi dan adanya pelibatan komunitas, serta bekerja sama dengan masyarakat sipil.
Protokol untuk manajemen krisis COVID-19 dan bencana alam menjadi upaya yang harus dipastikan, seperti menjaga jarak, pemeriksaan suhu tubuh, pembuatan database pelacakan penyintas atau pengujian setelah evakuasi. Oleh karena itu, kesiapsiagaan sangat penting untuk dimulai dari individu, keluarga dan komunitas.
Terkait dengan isu global pandemi COVID-19, pendekatan holistik dibutuhkan yang terintegrasi dalam siklus dan setiap fase penangulangan bencana. Sedangkan, perwakilan dari Badan PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana wilayah Asia-Pasifik, Animesh Kumar mengatakan risiko dapat terjadi secara terjadi pada waktu yang bersamaan atau saling berkaitan.
Sementara itu, beberapa narasumber menekankan pada tata kelola pengurangan risiko bencana dengan pelibatan berbagai pihak, seperti berkoordinasi dan dukungan ilmu pengetahuan. Pelibatan pihak dilakukan di tingkat lokal, nasional, regional hingga internasional.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga selalu mendorong keterlibatan dan sinergi pentaheliks dalam menghadapi bencana. Pentaheliks tersebut terdiri atas pemerintah, akademisi atau pakar, lembaga usaha, masyarakat dan media massa. (MA)