Wajah Baru dari Geng EWS

Dari Pulau Sumatera hingga Pulau Jawa, Bali, Lombok, Flores, Alor, Banda, Sulawesi, Maluku Utara dan Papua, merupakan wilayah bagian dari jalur gempabumi dunia. Deputi Geofisika, Dr. Muhamad Sadly, M.Eng. menuturkan kalau BMKG mencatat dalam satu tahun rata-rata terjadi gempa sebanyak 5000 hingga 6000 kali, dengan berbagai magnitudo dan kedalaman.

Namun berdasarkan data BMKG terkini, di tahun 2017 telah terjadi peningkatan aktivitas kegempaan di Indonesia, sebanyak 7.169 kali, dan pada tahun 2018 kejadian gempabumi sebanyak 11.920 kali. Oleh sebab itu, sangat nyata telah terjadi peningkatan signifikan aktivitas gempabumi di Indonesia.

“Mengingat sangat aktifnya aktivitas kegempaan di Indonesia, sejak 2008 BMKG sudah mengoperasikan sistem peringatan dini tsunami (Indonesia Tsunami Early Warning System-InaTEWS). Sistem ini mampu memberikan informasi gempabumi dan peringatan dini tsunami dalam waktu maksimal 5 menit,” ujar Sadly.

Lalu Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, mengatakan seiring dengan kemajuan zaman dan juga karena fenomena gempa sekarang makin rumit dan tidak pasti, tidak cukup hanya dengan memberikan informasi gempa yang disebarkan sesaat setelah terjadi gempa.

Maka dari itu, BMKG telah membuat terobosan baru dalam mendukung pengurangan risiko bencana. BMKG membangun Sistem Peringatan Dini Gempabumi (Indonesia Earthquake Early Waring System-InaEEWS)! Yang mana sebelumnya mereka mempunyai InaTEWS, CEWS, MEWS.

Baca juga : JAMBORE IKLIM 2019, KELILING KANTOR BMKG

Cara Kerja InaEEWS

InaEEWS ini akan memberikan informasi lebih dini sebelum gempa kuat melanda suatu kawasan, lho! Kepala Pusat Gempa dan Tsunami, Rahmat Triyono mengatakan kalau konsep dasar dari EEWS ini menggunakan ‘end to end system’ yang mana mampu memberikan peringatan dini gempa kepada masyarakat.  

Selain itu juga, EEWS ini ada 3 sistem yang perlu kamu ketahui, yaitu :

  • Sistem monitoring yang mendeteksi gempabumi di hulu (pusat)
  • Sistem automatic processing yang mengolah data secara cepat
  • Sistem penyebarluasan informasi peringatan dini di hilir, ditujukan kepada masyarakat yang disertai saran untuk menyelamatkan diri.

Konsep ini bekerja dengan memanfaatkan selisih waktu tiba gelombang P (pressure) yang datang lebih awal dan gelombang S (shear) yang datang beberapa detik kemudian. Setiap terjadi gempa bumi, gelombang P akan tiba di sensor lebih awal selanjutnya dalam beberapa detik kemudian tiba gelombang S yang sifatnya destruktif/merusak,” tutur Rahmat.

Saat terjadi gempa, sensor dari EEWS ini akan merekam datangnya gelombang P, sistem secara spontan menginformasikan tingkat guncangan yang mungkin bisa terjadi dan waktu kedatangan gelombang S. Sensor inilah akan dipasang di berbagai tempat yang berdekatan dengan sumber gempa megathrust dan sumber gempa sesar aktif.

Nah, dapat disimpulkan kalau EEWS ini merupakan sistem deteksi dini gempa kuat dengan memberikan peringatan dini berdasarkan prediksi waktu tiba gelombang S, yang berpotensi menimbulkan guncangan dengan memanfaatkan gelombang P untuk memberikan sinyal warning (waspada), nantinya dari sensor EEWS ini akan dikirimkan melalui ke InaEEWS Center (BMKG).

Kemudian data diolah secara otomatis dan hasilnya akan disebarkan ke stakeholder atau melalui mobile apps, juga dapat dipasang di kereta cepat (MRT), pusat keramaian (mall), area pemukiman dan lain sebagainya.

Uji coba pembangunan sistem ini diluncurkan oleh Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Duta Besar China dan dari Institute of Care Life of China, pada tanggal 15 Agustus 2019 lalu. Dengan dilakukan pemasangan 10 unit sensor EEWS di wilayah Banten yang bertujuan untuk monitoring gempa bumi di wilayah Megathrust selatan Jawa.

Dan untuk tahap selanjutnya, akan dipasang 190 unit sensor yang akan berkonsentrasi di wilayah potensi gempabumi yaitu Sumatra Barat, Lampung, Jawa Barat, dan Banten. Bilamana ujicoba ini berhasil maka akan dikembangkan secara masif di seluruh wilayah Indonesia.

Adapun teknologi EEWS yang akan dijadikan uji coba pembangunan dan kerjasama. Ini mengacu kepada sistem EEWS di Negara China. Informasi yang diberikan oleh sistem peringatan dini gempa ini mencakup: (1) perkiraan intensitas gempa, (2) waktu tiba gelombang S, (3) perkiraan magnitudo gempa, dan (4) lokasi pusat gempa,” tambah Sadly.

Menurut Chinese Northwest Seismology (2002) Vol. 22 menunjukkan adanya hubungan antara waktu peringatan dini gempa EEWS dan rasio berkurangnya korban jiwa. Jika tersedia waktu selama 3 detik maka rasio berkurangnya korban mencapai 14%.

Sedangkan jika tersedia waktu selama 10 detik maka rasio berkurangnya korban mencapai 39%, dan jika tersedia emas selama 20 detik maka rasio berkurangnya korban mencapai 63%,” tutup Sadly.

Sistem ini, tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat agar dapat bertindak lebih cepat menyelamatkan diri, tetapi juga dapat mengamankan sistem transportasi cepat (MRT), penerbangan dan industri penting lainnya. Semua itu bisa dinon-aktifkan seketika (shut down), beberapa detik lebih awal sebelum gempa menibulkan guncangan dan kerusakan. Wow, hebat banget bukan?

Tapi jangan mengira ya, kalau sistem ini bukan untuk meramal kapan terjadinya gempa besar. Tapi untuk member peringatan kepada masyarakat kalau akan terjadi gempa yangkuat dalam hitungan beberapa detik hingga puluh detik ke depannya. So, jangan salah mengartikan ya Disasterizen!

BMKG berpandangan bahwa peringatan dini gempa meskipun dalam hitungan detik sebelum terjadi gempa, akan sangat berarti untuk menyelamatkan jiwa manusia dari kecelakaan yang fatal. (MA)

*Note :

Gelombang P (pressure) = gelombang badan (body wave) yang memiliki kecepatan paling tinggi dari gelombang S.

Gelombang S (shear) = salah satu gelombang badan (body wave) yang memiliki gerak partikel tegak lurus terhadap arah rambatnya serta waktu tibanya setelah gelombang P.

Sumber : BMKG