Manuskrip kuno yang ditulis sejak tahun 669 Masehi menunjukkan bahwa bencana seperti wabah penyakit pernah terjadi pada ratusan tahun yang lalu. Manuskrip itu mencatat bahwa pada masa kerajaan dan kesultanan masih tersebar di seluruh Indonesia, dan beberapa kali Nusantara pernah terpapar sebuah bencana yang cukup besar.
Dosen Prodi Perpustakan dan Sains Infromasi, Fikom Unpad, Samson CMS, M.I.Kom mengatakan bahwa nenek moyang pada masa terdahulu selalu melakukan upaya-upaya untuk mencegah suatu bencana. Misalnya saja ada beberapa tradisi di masa lampau yang biasanya igunakan untuk mencegah suatu bencana, menanam tanaman di sekitar rumah dan di wilayah kampung.
Menurut Samson, tanaman tersebut nantinya dapat digunakan untuk bahan obat-obatan dan juga persediaan pangan. Lebih lanjut, Samson mengatakan bahwa tradisi tersebut berkaitan dengan upaya pencegahan suatu bencana.
“Menanam tanaman ini berhubungan dengan pencegahan karena mereka punya tradisi, misal di Sumedang Rancakalong ada tradisi Ngaraksa, ada juga tradisi Hajat Lembur, Hajat Laut, Serentaun, dan lain-lain,” ungkap Samson yang dilansir dari Pikiranrakyat.com.
Samson mengatakan pada akhir 2019, masyarakat Cipatujah, Tasikmalaya melakukan tradisi Hajat Lembur sebagai langkah pencegahan bencana. Tradisi tersebut dilakukan lantaram manuskrip dan tradisi lisan menyebutkan jika bulan Muharam bertepatan sengan September, maka akan terjadi sebuah bencana yang cukup besar.
Perhitungan waktu melalui tradisi tersebut sudah dikaji dan diselidiki oleh para peneliti dari Falkutas Mipa UNPAD. Selain itu, ada beberapa kearifan lokal dalam upaya mencegah bencana yang masih sering dilakukan hingga saat ini. Salh staunya adalah lima pandangan hidup orang Sunda yang hingga kini masih diterapkan. Lima pandangan hidup orang Sunda tersebut adalah manusia sebagai pribadi, manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam, manusia dengan Tuhan dan manusia dalam mengejar kemajuan lahir dan kepuasan batin. (MA)