Negeri sakura yang menjadi salah satu negara di Asia sering terkena bencana gempabumi. Maka tidak heran jika negara tersebut memiliki sistem pengurangan risiko bencana yang bagus. Salah satu upaya pengurangan risiko bencana yang dilakukan masyarakat Jepang adalah melakukan inovasi pembuatan bangunan tahan gempa.
Bangunan kayu menjadi pilihan sebagai bahan bangunan yang tahan gempa. Perlu diketahui, bangunan kayu di Jepang telah ada selama bertahun-tahun. Orang sering mangatakan bahwa bangunan kayu traisional seperti kuil, tahan terhadap gempabumi. Kerika gempa datang, bangunan kayu banyak bergoyang dan sangat fleksibel seperti pohon willow.
Meskipun demikian, kenyataannya bangunan kayu akan tahan gempa sampai batas tertentu. Tentu sangat menarik untuk ditelisik lagi mengenai sejarahnya. Mengapa Jepang masih memanfaatkan kerajinan kayu secara tradisional.
Perlu diketahui, tak hanya teknologi pertukangan, para arsitek kuno Jepang menggunakan kayu dengan sejumlah alasan agar bangunan kokoh, Apa saja? Keep scrolling!
1. Kompleksitas
Salah satu rumah minuman teh di Jepang, memanfaatkan bangunan kayu yang tampak sederhana. Akan tetapi, apabila dilihat secara teliti ada beberapa material-material dengan segala keruwetannya. Selain itu, terdapat beberapa persimpangan antara elemen pembingkaian pohon cemara yang belum selesai menyembunyikan strategi sambungan yang rumit. Paku dan pengencang lainnya sangat minim digunakan. Kelihaian dari arsitek membuat ruang minum teh yang mungil tampak lebih luas.
2. Kecanggihan
Tahukah kamu, kinerja kolom kayu yang telah direkayasa oleh sebuah industri tidak seberapa jika dibandingkan dengan satu batang kayu. Sebab, metode manufaktur modern yang tidak seketat metode historis.
3. Kontrol
Di masa modern ini, keinginan arsitek menggunakan kayu rekayasa untuk memberantas semua ketidakkonsistenan material. Berbagai perilaku material dalam arsitektur tradisional Jepang sangat dikelola dengan ketat. Selain itu, desain yang mendetail mengantisipasi transformasi kayu selama berabad-abad serta kompensasi penyusutan dan defleksi.
Pengurus Museum Takenaka menjelaskan bkan ia yang harus meniru gaya atau fitur bangunan bersejarah saat ini, tetapi justru kita harus menantang kelayakan dan kualitas rendah material masa kini. (MA)
Sumber : u-tokyo.ac.jp