Jam belajar sekolah di Indonesia memang tidak selama seperti di Korea Selatan, tapi bukan juga tercepat seperti di Finlandia. Anak Indonesia biasanya menghabiskan sebagian waktunya di sekolah, meskipun setiap sekolah menerapkan jam pulangnya beda-beda ya Disasterizen! Belum lagi ditambah jam pelajaran ekstra kurikuler. Makanya perlu banget anak-anak diajarkan kesiapsiagaan di sekolah sejak dini.
Ngomong-ngomong soal kesiapsiagaan, kan BNPB bersama dengan lembaga lain sedang mensosialisasikan tentang bagaimana cara kesiapsiagaan terhadap ancaman bencana ya, yaitu Ekspedisi Desa Tangguh Bencana Tsunami. Nah kali ini tim EDT yang sudah mensosialisasikan dari ujung Pulau Jawa yaitu Banyuwangi, saat ini sudah berada di Jawa Barat.
Selasa kemarin (6/8), tim EDT menjejakkan kakinya di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Ancaman bencana alam yang terbesar dihadapi oleh Kabupaten Garut merupakan tanah longsor dan gempabumi. Menurut Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI) BNPB per-6 Agustus 2019, Kabupaten Garut sudah mengalami bencana longsor sebanyak 19 kali.
Baca juga : INI DIA KEARIFAN LOKAL MILIK DESA SINDANGKERTA
Tim EDT mengunjungi MAN 3 Garut di Desa Simabakti, Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Garut pukul 10.00, untuk melakukan sosialisasi kesiapsiagaan bencana gempabumi dan tsunami. Menurut cerita dari salah satu tim EDT (Rafly Gilang Pratama), ketika sampai di lokasi sekolah tim terkejut. Sebab pihak sekolah mengaku belum ada surat resmi BPBD, tentang kedatangan dari tim EDT ke sekolah, tetapi sosialisasi tetap dilakukan.
“Sejujurnya, ini adalah pertama kalinya ada sosialisasi yang resmi (dari BNPB)”, ujar Usep Lukman Hakim, Humas MAN 3 Garut saat ditemui di sekolah pada Selasa (6/8).
Setelah dari sekolah MAN 3, selanjutnya tim EDT berkunjung ke SMAN 5 Garut yang terletak di kecamatan yang sama. Posisi geografis sekolah ini terletak di lereng, yang bisa menyebabkan terjadinya terkena longsor.
“Kalau bisa, mungkin relokasi akan lebih baik”, ujar Effen Heriana, Humas SMAN 5 Garut yang secara pribadi merupakan salah satu saksi hidup tsunami Pangandaran 2006 silam.
Sayangnya nih Disasterizen, menurut dari cerita Rafly yang berada disana, antusias siswa dan siswi gabungan OSIS, Pramuka, dan PMR ini kurang ditanggapi dengan baik oleh para gurunya. Tidak ada guru yang ikut serta dalam sosialisasi atau bahkan sekedar mendampingi.
“Padahal sudah saya ajukan juga. Tidak ada respon”, kata Effen.
Serta menurut Effen juga merasa bahwa penargetan program BPBD Garut masih belum terlaksana dengan baik, karena SMKN 2 Garut mendapatkan program SPAB sedangkan SMAN 5 tidak. Padahal SMAN 5 lebih berisiko terkena longsoran tersebut daripada SMKN 3 yang berada di kota, meskipun tidak kalah pentingnya juga. Setelah itu, tim EDT juga melakukan sosialisasi-sosialisasi di SDN 1 & 2 Pameungpeuk, SMK Ma’arif dan berakhir di Masjid Istiqomah. (MA)