Temuan Baru, Covid-19 Mengurangi Getaran di Muka Bumi

Dahulu, sebelum virus Covid-19 menyerang Indonesia, khususnya Jakarta. Tingkat polusi udara di Jakarta sangat tinggi, bahkan menjadi peringkat kedua terburuk di dunia menurut AQI (air quality index). Tapi tingkat polusi udara itu pun menurun, ketika Covid-19 menyerang. Bahkan bukan cuma di Jakarta saja, ini terjadi di beberapa negara di belahan dunia lho!

Selain menurunkan polusi udara global, baru-baru ini para ahli kembali menemukan sisi positif dari pandemi virus korona Sob. Mereka menemukan bahwa pandemi ini juga mengurangi getaran di muka bumi.

Seperti yang dilansir dari Kompas.com (4/6/2020), para pakar seismologi di seluruh dunia mendapati adanya pengurangan kebisingan seismik (seismic noise) selama sebulan terakhir ini.

Daryono, Kepala Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG mengatakan, kebisingan seismik ini disebabkan oleh getaran-getaran kecil (mikroseismik) buatan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia, seperti aktivitas pabrik dan kendaraan.

Nah, berkat adanya kebijakan physical distancing yang dilakukan untuk menekan penyebaran virus korona inilah getaran-getaran kecil di muka bumi pun berkurang dan kebisingan seismik menurun.

Berkurangnya kebisingan seismik ini pertama kali dibahas oleh Thomas Lecocq, pakar geologi dan seismologi dari Observatorium Royal di Belgia. Ia mengatakan bahwa sejak diterapkannya physical distancing dengan menutup sekolah dan usaha di Belgia pada pertengahan Maret lalu, kebisingan seismik di Brussel mengalami penurunan sebanyak 30-50 persen. Tingkat kebisingan ini setara dengan apa yang biasa ditemukan oleh para pakar seismologi pada hari natal.

Berkat pengurangan kebisingan ini, Lecocq dan para pakar seismologi di Belgia menjadi lebih mampu mendeteksi gempa atau kejadian seismik kecil yang biasanya tidak terdeteksi.  

Lecocq juga mengatakan bahwa pada hari biasa, stasiun yang dibangun lebih dari seabad lalu di tengah kota Brussel nyaris tidak berguna karena terganggu oleh kebisingan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Para pakar Belgia bahkan harus mengandalkan stasiun lain yang memanfaatkan pipa di bawah tanah untuk memonitor aktivitas seismik di area Brussel.

Namun, Lecocq menilai saat ini stasiun seismik Brussel hampir sama baiknya dengan stasiun yang menggunakan pipa bawah tanah. Efek ini juga dirasakan oleh pakar seismologi Paula Koelemijer di London, Inggris, Celeste Labedz di Los Angeles, Amerika Serikat dan BMKG di Indonesia.

Daryono berkata, bahwa getaran yang bersumber dari aktivitas manusia memang berkurang karena banyak kota besar yang penduduknya mengurangi aktvitas. Tapi hal ini memang tidak memengaruhi getaran yang bersumber dari gempa atau sumber-sumber Bumi lainnya (endogen), karena gempa masih terjadi di indonesia puluhan kali dalam sehari dalam berbagai variasi magnitudo dan kedalaman, lho.

Akan tetapi, berkurangnya kebisingan seismik membantu para pakar di BMKG dalam membaca gelombang gempa. Sebab gelombang, khususnya yang bersumber dekat kota, menjadi relatif lebih jelas. (MA)

Sumber : Kompas.com