Upaya pengurangan risiko bencana perlu dilakukan untuk meminimalkan kerusakan dan korban yang telah berjatuhan. Dalam upaya pengurangan risiko bencana dapat bersifat struktural dan non struktural. Nah, salah satu bentuk upaya pengurangan risiko bencana secara struktural adalah dengan membangun shelter.
Apa itu shelter?
Shelter adalah sebuah bangunan yang dibangun dalam upaya mitigasi struktural untuk merespon bencana atau secara singkat yaitu tempat berlindung/pengungsian. Bangunan ini merupakan fasilitas umum yang digunakan ketika terjadi bencana tsunami atau bencana lain sebagai tempat evakuasi masyarakat setempat.
Syarat bangunan shelter adalah bangunan tingkat yang tahan gempa, bisa menampung banyak orang, fasilitas publik yang strategis dan letaknya dekat dengan pantai. Shelter juga bisa digunakan sebagai ruang tempat kegiatan masyarakat ketika tidak terjadi bencana.
Agar panduan strategi shelter bisa diaplikasikan, bisa dilakukan dengan MOU (Memorandum of Understanding) dari berbagai pihak tentang panduan dan keterlibatan perjanjian kerja sama sehingga ada standarnya.
Penting dalam melakukan pendampingan masyarakat terkait shelter dalam mempercepat intervensi secara efisiensi. Sebab, ada yang sudah menyiapkan shelter dan dapur umum dengan standar tanggap darurat, namun tidak semua masyarakat sama tanggap daruratnya untuk meminimkan korban yang berjatuhan. Salah satu contohnya adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Garut yang dituturkan oleh Edhy Suwarna, Kementerian Sosial dalam lokakarya yang bertajuk ‘Shelter Berbasis Masyarakat dalam Respon Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tengah: Pengetahuan dan Solusi dari Lapangan’ pada Kamis (23/10).
‘Keberanian pemerintah menyatakan tanggap darurat dibutuhkan karena jika tidak ada pernyataan maka sulit masuk ke suatu wilayah. Seperti contoh Pemda Kab. Garut sudah menyiapkan shelter dan dapur umum dengan standar tanggap darurat namun tidak semua daerah sama tanggap daruratnya. Kementerian dan pemerintah pusat juga punya keterbatasan, seperti kekurangan tenda. Namun karena kita melihat warga sudah tanggap jadi tidak ada korban.’ tutur Edhy Suwarna.
Bagaimana dengan menerapkan retrofitting?
Retrofitting adalah metode atau teknik untuk melengkapi bangunan dengan memodifikasi atau me-restore dengan menambah bagian atau peralatan baru yang dianggap perlu, karena tidak tersedia pada saat awal pembuatannya.
Teknik retrofitting sendiri bertujuan untuk menyesuaikan kondisi atau keperluan baru terhadap bangunan, seperti memperbaiki bangunan yang rusak, memperkuat bangunan, menambah ruangan dan lain sebagainya, tanpa harus membongkar total bangunan yang sudah ada.
Kedua upaya dalam pengurangan risiko bencana ini penting dilakukan oleh berbagai unsur pentahelix. Hal ini bertujuan untuk meminimkan dampak kerusakan dan korban yang mengalami kerugian. Apakah kalian sudah melakukannya? (MA)