19 Januari 1856 adalah hari yang kelam bagi masyarakat Semarang. Pasalnya, pada tanggal tersebut telah terjadi gempa dengan kekuatan V-VI MMI yang tercatat dalam sejarah pemerintahan zaman kolonial Belanda.
Namun sayangnya, penyebab gempa pada saat itu tidak disebutkan dalam laporan pemerintah kolonial Belanda. Hal ini dikarenakan pada tahun tersebut ilmu pengetahuan khususnya geologi belum berkembang seperti pada era ini.
Akan tetapi, PusGeN (Pusat Penelitian Gempa Nasional) dalam studi lebih lanjutnya memperkirakan gempa yang melanda pada tahun 1856 disebabkan oleh sesar Kaligarang, yang mana memiliki bidang pelurusan utara-selatan sejajar dengan aliran sungai Kaligarang.
Sesar Kaligarang merupakan sesar aktif yang memotong batuan muda di selatan Kota Semarang dan diperkirakan menerus hingga Laut Jawa. Selain itu, di Semarang juga terdapat sesar lainnya yang memiliki pola pelurusan yang sama, yakni sesar Kreo, sesar Gribik, dan Sesar Karanganyar Gunung.
Sesar Kaligarang sendiri memiliki laju pergeseran batuan sebesar 4,5 mm per tahunnya. Nilai pergeseran batuan tersebut memang relatif kecil, namun jika terakumulasi dalam waktu yang lama, maka nilainya akan bertambah besar.
Sesar yang mengakibatkan terjadinya gempabumi juga dapat memicu terjadinya fenomena likuifaksi. Fenomena likuifaksi berpotensi terjadi pada daratan muda yang tanah/sedimennya belum terkompaksi, misalnya pada wilayah Semarang bawah.
Sedangkan pada Semarang atas memiliki litologi batuan sedimen yang telah terkompaksi, sehingga relatif tidak terpengaruhi likuifaksi. Akan tetapi, morfologi yang berbukit-bukit dan lapisan tanah yang tebal dapat berpotensi mengalami longsor. Jika longsor terjadi pada lereng sungai dan membentuk bendung alam, maka dapat berpotensi banjir bandang diwaktu yang bersamaan.
Bencana akan datang dan berkesinambungan jika kita tidak melakukan upaya pengurangan risiko bencana, Sob! Oleh sebab itu, langkah kecil kita seperti membangun rumah tahan gempa atau memasang jalur evakuasi bisa menyelamatkan nyawa diri sendiri maupun orang lain. Yuk kita optimalkan bersama upaya pengurangan risiko bencana!
Sumber : Angga Jati Widiatama (KUMPARAN.COM)