Sepintas Kisah SDN 1 Petuk Palangkaraya

Di era ini, beberapa sekolah di Indonesia berlomba-lomba meningkatkan fasilitas dan mutu pendidikannya, tak kecuali tentang pendidikan aman bencana. Lalu bagaimana ya dengan sekolah-sekolah yang jauh dari pandangan kita dan rawan akan ancaman bencana? Apakah mereka sudah menerapkan satuan pendidikan aman bencana (SPAB)? Sebagai contoh SDN 1 Petuk Katimpun yang terletak di bantaran Sungai Rungan, Kota Palangkaraya. Lokasi SD ini berjarak sekitar 1 jam 15 menit dari pusat Kota Palangka Raya melewati jalan aspal mulus dengan pemandangan lahan kosong dan rumput liar di sekeliling.

Perlu diketahui nih sama kamu Sobat Disasterizen, SDN 1 Petuk Katimpun ini ternyata sering menghadapi ancaman bencana banjir rob lho. Hal ini dikarenakan lokasi SDN 1 Petuk berada di kawasan sungai, yaitu Sungai Rungan. Karena ketika musim hujan, sungai akan mendapatkan debit air yang berlebih dari bagian hulu dan hilir.

Contoh kejadian banjir rob di muara Sungai Rungut terjadi pada tanggal 28 April 2018, yang menggenangi sekolah dan permukiman di sekitar bantaran sungai hingga hampir seminggu penuh. Di SDN 01 Petuk Ketimbun, banjir mengakibatkan kegiatan belajar mengejar terhenti selama lebih dari 2 minggu.

Dikarenakan banjir rob yang biasa terjadi adalah ancaman bencana slow-onset yang sifatnya tidak mendadak sehingga warga sekolah dan anak didik bisa melakukan evakuasi lebih dini. Banjir rob terjadi secara pelan-pelan (slow onset disaster) berbeda dari banjir badang yang datangnya sangat cepat.

Makanya pihak sekolah lebih dahulu melakukan pencegahan dengan meliburkan siswanya sebelum banjir menggenangi sekolah. Jadi pihak sekolah sudah paham betul dengan kondisi tersebut dan cara yang mereka lakukan adalah meliburkan anak sekolah untuk beberapa hari melalui perizinan dari Dinas Pendidikan. Bukan hanya itu saja, sebenarnya sekolah juga sudah melakukan usaha apapun untuk mengatasi banjir rob ini, tapi masih saja terdapat beberapa tantangan.

Baca juga : GAME “HARVEST MOON” VERSI PENGURANGAN RISIKO BENCANA

Selain itu, SDN 1 Petuk Katimpun memiliki bangunan dengan model rumah panggung yang mempunyai jalur jalan dari papan kayu. Jalan papan kayu inilah yang menghubungkan sekolah dengan rumah warga dan digunakan pula sebagai jalur evakuasi.

Sayangnya beberapa papan dari jembatan tersebut terlihat akan terlepas dan berlubang di beberapa bagian. Jadi ketika banjir rob terjadi, jalan dari kayu tersebut tidak terlihat sama sekali, karena banjir bisa lebih dari 1 m di atas jembatan.

Pemasangan tambang yang menunjukkan jalur jalan juga tidak dimungkinkan karena sekolah berada persis di dekat bantaran sungai. Adanya tambang dikhawatirkan akan menahan sampah dan membuatnya tersangkut, serta menimbulkan bencana lainnya.

Ternyata masih banyak sekolah lainnya yang belum menerapkan sekolah aman bencana ini. Miris melihatnya ya? Oleh sebab itu perlu adanya penyuluhan yang mengedukasi mereka tentang evakuasi mandiri, kesiapsiagaan, dan kesadaran akan ancaman bencana alam.

Sebagai informasi nih, secara tradisional masyarakat dayak hidup di sekitar bantaran sungai. Dahulu, mereka mempunyai rumah di atas sungai yang dinamai rumah lanting (seperti perahu yang benar-benar berada di atas air sungai), tetapi karena perkembangan zaman masyarakat Dayak membutuhkan permukiman yang menetap. Sehingga mereka mengubah rumah lanting menjadi rumah panggung. Begitupun sekolah yang digunakan sebagai kegiatan mengajar seperti SDN 1 Petuk Katimpun yang merupakan rumah panggung. (MA)

Sumber : Buku Jangan Panik! Praktik Baik Pendidikan Kebencanaan (BNPB)