Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalukan Ekspedisi Desa Tangguh Bencana (Destana) Tsunami, yang mana akan mengelilingi 584 desa rawan bencana selama 34 hari. BNPB melibatkan PENTAHELIX (pemerintah, masyarakat, lembaga usaha, akademisi, dan media massa) dalam melakukan kegiatan Ekspedisi Desa Tangguh Bencana Tsunami.
Ekspedisi ini merupakan strategi baru bagi BNPB, dimana berbagai latar belakang ilmu akan bertemu dalam satu kegiatan yang bertujuan yang sama. Tujuannya adalah untuk memperkuat kemampuan masyarakat dan BPBD dalam upaya kesiapsiagaan menghadapi ancaman tsunami.
Rencananya dalam Ekspedisi ini akan menghasilkan buku bunga rampai proses perjalanan, film dokumentasi, serta foto-foto yang nantinya akan diluncurkan pada bulan Oktober saat Bulan Pengurangan Risiko Bencana 2019. Buku dan film ini hanya salah satunya yang dapat dijadikan bahan pelajaran bagi semua pihak. Nah akan ada sekitar 12 penulis dalam ekspedisi ini dengan berbagai macam latar belakang, seperti dari Arkeologi, Ilmu Sosial dan Geologi dari UI (Universitas Indonesia), tutur Trinirmalaningrum, Yayasan Skala Indonesia.
Para peneliti dari LIPI ini juga ingin menggali pengetahuan-pengetahuan lokal. Karena seperti yang dilakukan oleh Eko Yulianto, ia yang telah menemukan sejarah tsunami di pesisir Kulonprogo, Yogyakarta yang berusia 300 tahun lalu, atau diduga terjadi tahun 1969, yang mana berhubungan dengan legenda Nyi Roro Kidul. Dengan bukti itu, dapat diartikan bahwa selatan pantai jawa memliki potensi tsunami yang sangat tinggi.
Dengan kejadian itu, Trinirmalaningrum yakin kalau masyarakat mempunyai upaya untuk penyelamatan diri yang berbau kearifan lokal. Dari kearifan lokal ini lah kita bisa belajar tentang penyelamatan diri dari bencana yang akan datang. (MA)