Secarik Cerita Peran Masyarakat Sipil dalam PRBBK COVID-19

Program Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana yang dilakukan melalui penyadaran, peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana dan atau penerapan upaya fisik dan non fisik oleh anggota masyarakat secara aktif, partisipatif dan terorganisir. PRBBK penting dilakukan oleh masyarakat sipil. Nah, berikut ini adalah beberapa cerita yang diceritakan di dalam webinar yang bertajuk “Peran Masyarakat Sipil dalam PRBBK COVID-19” pada hari Kamis, 29 Oktober 2020. Simak!

Eko Budi, Ketua FPTPRB/BPB, Desa Ngompro, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur meneceritakan bahwa di masa pandemi ini, peran Destana juga sangat diperlukan oleh desa Ngompro, Ngawi. Di awal pandemi, anggota Destana membuat posko-posko di perbatasan desa untuk menjaga orang keluar masuk dari desa lain terutama saat waktu musim mudik. Membuat posko pergantian 8 jam sekali bergantian bersama pak RT. Melakukan penyemprotan disinfektan seminggu sekali, serta pemberian obat dari pemerintahan desa. Destana juga ikut membagikan masker. Memberitahu masyarakat tentang protokol kesehatan COVID-19. Ketika ada orang yang mudik harus disemprot, rapid test, diberitahukan selama 2 minggu tidak boleh keluar rumah.

Selain itu, Mamik Sulastri selaku Guru/FPRB Desa Besowo, Jawa Timur juga menceritakan bahwa komunitas Jangkar Kelut terbentuk karena dilatarbelakangi oleh munculnya anak Kelut. Dari tahun 2008, masyarakat Kelut, terutama jangkar kelut, sudah mempersiapkan, mempelajari dan mensosialisasikan bagaimana menghadapi masalah bencana dengan baik, sebelum, saat, dan semudah. Untuk di masa pandemi seperti saat ini, yang dilakukan adalah satu penjaga pintu masuk, ada yang bagian isolasi, dan macam-macamnya semua bisa terkoordinasi dengan baik.

Beda halnya dengan Sai’in selaku FPRB Desa Bungah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Ia bercerita ketika terjadi pandemi COVID-19, Desa Bingah, Jawa Timur semua anggota Destana langsung melakukan pertemuan di balai desa dan merundingkan bagaimana mencegah penyebaran COVID-19. Pada awalnya warga hanya dianjurkan untuk berolahraga, berjemur, sehat bergizi supaya sehat dan kuat. Ketika angka COVID-19 semakin bertambah, dengan dana desa inisiatif mengadakan penyemprotan kepada seluruh rumah desa di Desa Bungah. Hingga akhirnya ketika angka mengalami pelonjakan lagi, intervensi lebih lanjut dilakukan mulai dari pakai masker, jaga jarak, hand sanitizer, dan masker. Kemudian warung hanya sampe 9 malam, dan ketika hari raya semua pintu gerbang ditutup (lockdown).

Rohmad, Kepala Desa Widoro, Trenggalek, Jawa Timur juga turut berbagi pengalamannya. Ia mengatakan di desa Widoro sebelumnya sudah ada tim siaga desa. Selama tim siaga desa sudah melakukan kegiatan, karena Widoro meruapakan salah satu daerah rawan bencana banjir. Komunitas itu hingga saat ini masih berjalan, dan saat pandemi COVID-19, sebagian tim desa berkolaborasi dengan tim siaga Banjirmoro, masuk kedalam perencanaan desa.

Yang dilakukan tim pada Desa Widoro dalam menghentikan penyebaran COVID-19 adalah mengadakan penyemprotan dan edukasi. Edukasi disini menjadi hal penting, karena banyak warga daya tangkap terhadap informasi terhadap media.

Lalu, Dariyanto (Jangkar Kelut/FPRB Desa Modangan, Kabupaten Blitar, Jawa Timur) turut bercerita di Desa Modangan penanganan COVID-19 juga berlangsung hampir bersamaan dengan desa yang lain dan sempat lockdown.

Untuk pencegahannya sendiri adalah melakukan bersama dengan pemerintah desa. Dari forum gabung bersama relawan desa. Kami melakukan penyemprotan ke rumah, mengedukasi ke masyarakat, menyebarkan brosur-brosur mendidik, dan lain sebagainya.

Mengamati dari cerita 5 narasumber jika bisa menyimpulkan seperti mangga yang masak pohon, yaitu semua manis dan tidak ada yang kecut. Proses untuk menjaga ini yang harus juga kita rencanakan bersama. Nah, kalau di desamu sudah melakukan apa? (MA)