Pandemi virus corona (COVID-19) sampai detik ini pun belum juga usai, meskipun berbagai macam cara dan penelitian sudah ditemukan oleh para pakar. Salah satu penelitian yang ditemukan oleh para pakar untuk mengurangi dan menyembuhkan pasien COVID-19 adalah dengan terapi plasma konvalesen.
Baca juga : PANDUAN KESEHATAN SAAT BEROLAHRAGA
Terapi plasma konvalesen menggunakan plasma pasien yang sudah sembuh, lalu diberikan kepada pasien yang masih dirawat atau dalam keadaan sakit berat. Terapi plasma ini adalah imunisasi pasif, artinya antibodi sudah ada di luar dan sudah terbentuk yang diberikan kepada pasien. Sedangkan kalau imunisasi aktif itu yang menggunakan vaksin, memasang antibodi dalam tubuh manusianya. Pengambilan plasma melalui tahapan yang dipastikan aman dan cocok untuk pasien COVID-19.
Pengambilan plasma juga ada syaratnya yang dilakukan oleh pendonor, seperti ;
- Diutamakan adalah laki-laki.
- Jika perempuan, adalah sampel perempuan yang tidak boleh sedang hamil atau bisa dipastikan bisa diperiksa.
- Bebas dari infeksi virus corona.
- Bebas dari virus, parasit ataupun patogen lainnya yang berkemungkinan bisa ditransmisikan melalui darah.
- Memiliki titer antibodi yang cukup tinggi berdasarkan hasil uji netralisasi.
Sesungguhnya, terapi plasma konvalesen yang saat ini ramai dibicarakan sebagai salah satu terapi alternatif untuk mengobati pasien positif COVID-19 bukanlah hal baru. Sejak tahun 1900-an, terapi tersebut digunakan untuk penyakit seperti difteri, SARS, MERS, dan flu burung. Namun, hal tersebut masih dalam batas untuk uji klinis. Demikian juga dengan COVID-19, dipakai di banyak negara namun masih hanya sebatas uji klinis.
Erlina Burhan, Sp.P (K), M.Sc., Ph.D, Dokter Spesialis Paru Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, mengatakan bahwa sudah banyak negara yang telah menggunakan terapi tersebut dengan hasil yang lumayan bagus dan cukup efektif digunakan. Tetapi, keberhasilan terapi tersebut juga masih terbatas pada jumlah pasien yang sedikit. Oleh karena itu, saat ini Amerika Serikat tengah melakukan pengujian terapi plasma konvalesen kepada pasien dalam jumlah yang banyak, namun masih belum merilis publikasi secara resmi terkait hal tersebut.
Terapi tersebut di Indonesia sendiri masih berada di dalam tahap uji klinis kepada para pasien positif COVID-19 dengan gejala berat. Erlina menyampaikan bahwa beberapa rumah sakit, termasuk RSUP Persahabatan telah siap dan akan segera melakukan uji coba terkait terapi ini.
“Proposalnya sudah lulus uji etik dan telah diumumkan juga kepada pasien-pasien (RS Persahabatan) kami, apabila terdapat sukarelawan yang ini mendonorkan kepada pasien-pasien yang sakit. Saat ini kami (RS Persahabatan) sudah mendapatkan beberapa orang donor. Sudah cukup dan menemui kecocokan antara darah dari pendonor dengan pasien kami sehingga akan segera kami berikan,” ungkap Erlina mengenai terapi plasma konvalesen yang dilansir dari Covid19.go.id.
Akan tetapi, Erlina juga mengatakan masih belum bisa mengambil kesimpulan bahwa terapi plasma bisa digunakan sebagai pengobatan yang rutin kepada pasien COVID-19. Serta, Direktur Lembaga Molekuler Eijkman Prof. Amin Soebandrio menambahkan bahwa terapi plasma ini tidak boleh untuk pencegahan. Terapi diberikan kepada pasien yang kondisinya menengah hingga berat. Meski demikian, para pakar dokter dalam satuan Gugus Tugas Nasional berharap hal ini bisa menjadi alternatif penyembuhan hingga vaksin ditemukan. (MA)
Sumber : Covid19.go.id