Sabut Kelapa Sebagai Inovasi Baru Mencegah Erosi Pantai

Mengingat kalau pesisir pantai Indonesia ini adalah tempat kegiatan ekonomi dan pemukiman warga, sayangnya saat ini sedang masa kritis. Kenapa? Semua ini disebabkan terjadinya pembabatan hutan bakau, adanya penambangan pasir, pembangunan prasarana, atau terjadi akibat perubahan iklim.

Memang perubahan iklim ini bisa membawa berbagai masalah, misalnya saja naiknya permukaan air laut, suhu laut, menimbulkan gas rumah kaca, bahkan erosi di daerah pesisir, dan lain sebagainya. Makanya nih Disasterizen, perlu adanya perlindungan daerah pesisir dari berbagai macam ancaman!

Disasterizen percaya nggak kalau SiagaBencana.com bilang kalau sabut kelapa bisa dimanfaatkan untuk pelindung pesisir pantai dari erosi dan abrasi air laut?

Baca juga : MERCUSUAR SAKSI BISU TSUNAMI 1883

Umumnya sih, perlindungan untuk daerah pesisir dari erosi itu menggunakan bahan-bahan yang keras, misalnya tanggul laut yang terbuat dari beton, pemecah gelombang, jetty (jalanan yang dibuat mengarah ke laut), dan lainnya. Tanggul laut yang terbuat dari material yang keras masih terlalu mahal bagi beberapa penduduk setempat, dan pemerintah daerah masih belum memprioritaskan dana mereka untuk pembangunan ini.

Nah, Susanna Nurdjaman bersama dengan timnya dari Program Study Oseanografi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung, menggunakan sabut kelapa sebagai bahan alternatif dari tembok laut. Modifikasi ini dilakukan karena terinspirasi dari cara penyelamatan pesisir pantai Amerika Serikat.

Ia melakukannya bermula di desa Karangjaladri, kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Di tahun 2018 lalu, ia mengajak masyarakat sekitar untuk membangun tanggul laut dari sabut kelapa sepanjang 20 meter. Karena sifatnya yang organik, tembok laut dari sabut kelapa dapat berubah menjadi “sabuk hijau” pantai untuk membantu melestarikan ekosistem di laut.

Pemilihan sabut kelapa ini adalah cara yang murah dan mudah ditemukan di daerah pesisir Indonesia. Selain itu, jaring bekas nelayan juga digunakan untuk mengurangi biaya. Daripada semua itu menjadi sampah dan menumpuk, lebih baik digunakan sebagai bahan dasar tanggul laut. Lebih bermanfaat bukan? Hal ini dilakukannya sebagai contoh mendorong masyarakat menggunakan bahan sehari-hari dalam melindungi daerah mereka.

Bagaimana caranya? Caranya adalah mereka menggulung sabut kelapa yang kemudian disatukan dengan material ramah lingkungan lainnya, seperti karung goni. Lalu diikat dengan tali dari jarring nelayang sepanjang 5 hingga 10 meter. Kemudian, hingga menjadi sperti gulungan karpet dengan ukuran diameternya 25-50 cm.

Untuk pengerjaan tembok laut ini, mereka menghindari musim hujan barat dan timur. Sebab, kedua musim ini memiliki angin yang kencang dan membuat sulit dalam memasang jarring. Selain itu, ia dan tim mempertimbangkan pola angin, ketinggian gelombang laut dan arus laut untuk memasang tanggul laut dari sabut kelapa ini di garis pantai tanpa adanya gangguan.

Tetapi Disasterizen, memang setiap penemuan selalu ada kelemahan yang perlu diperbaiki. Sabut kelapa ini kemampuannya terbatas untuk menghadang gelombang laut yang jauh lebih kuat. Makanya, perlu dipasang pasak kayu dengan benar agar tidak terseret gelombang. Juga perlu adanya perbaikan dan inovasi lainnya dalam mewujudkan tanggul laut yang ramah lingkungan serta kokoh. (MA)

Sumber : TheConversation.com