Rumah Panggung Khas Renah Kemumu

Siapa sangka kalau ternyata kearifan lokal yang dimiliki oleh negara Indonesia ini dapat mengurangi risiko bencana alam. Misalnya saja kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Renah Kemumu, Jambi. Renah Kemumu juga merupakan kampung tua atau mungkin tertua di Jambi.

Renah Kemumu menjadi sebuah contoh bagaimana masyarakatnya bisa beradaptasi dengan gempa. Desa Renah Kemumu terletak di pedalaman Taman Nasional Kerinci Seblat yang dibelah oleh patahan Sumatera dan menjadi pusat gempa berkekuatan M5 pada tahun 2009 lalu.

Renah Kemumu memiliki rumah yang bisa menyelamatkan masyarakatnya dari gempa. Rumah-rumah tersebut adalah rumah panggung berdinding kayu dengan tiang-tiang yang ditumpukkan di atas batu sandi. Saat gempa berguncang, rumah panggung tersebut seperti perahu yang diayun-ayun gelombang. Meski begitu, penumpang di dalamnya tetap selamat.

Hal ini dibuktikan pada saat 1 Oktober 2009 lalu, Ibnu Hajar menceritakan pada pagi itu telah merasakan getaran gempabumi. Pada awalnya masyarakat tidak merasa panik, sebab gempa-gempa kecil sudah menjadi makanan mereka sehari-hari. Akan tetapi, pada kala itu gempa seakan mengocok perut bumi tiada henti. Ternyata pusat gempa berada hanya 10 kilometer di kedalaman tanah, yang mana membuat guncangannya terasa sangat keras.

Gempa tersebut membuat Ibnu yang pada saat itu tak sanggup berdiri. Tubuhnya terlempar akibat guncangan naik-turun yang sangat kuat. Ibnu terguling-guling di tanah, lalu terkapar tanpa daya. Ibnu tak menyangka dan hanya menyaksikan rumahnya meliuk-liuk diguncang oleh gempa, seperti daun-daun pohon yang tertiup angin. Lalu ketika tiang-tiang rumah itu patah, bangunan kayu di atasnya terlempar ke tanah.

Baca juga : JAPAN SINKS : BENCANA VS PENCARIAN KELUARGA

Kemudian Ibnu panik dan khawatir membayangkan nasib istri dan anaknya. Sebab istrinya yang sedang sakit dan putrinya berada di dalam rumah saat gempa mengguncang. Namun, ajaibnya sesaat gempa telah usai, istri dan anaknya tidak cedera sedikitpun.

”Ucapan orangtua kami terbukti, rumah kayu lebih aman dibandingkan rumah semen. Rumah tidak hancur walaupun tiangnya patah. Kalau tembok pasti sudah hancur, seperti balai desa yang rata dengan tanah,” ujar Ibnu.

Sebenarnya sudah sejak dahulu, sejak orang tua mereka mengisahkan gempa besar di masa lalu. Salah satu cerita gempabumi yang paling populer di kalangan masyarakat Renah Kemumu adalah gempa besar pada masa lalu yang terjadi selama seminggu berturut-turut.  

Gempa itu digambarkan sedemikian kuat hingga meruntuhkan bukit-bukit. Dikisahkan, guncangan gempa terjadi tiap saat sehingga warga tidak bisa memasak di dalam rumah dan rumah-rumah panggung itu terus menari-nari, mengikuti guncangan gempa.

Dari peristiwa gempa sejak zaman dahulu inilah, masyarakat memasukkan sebuah aturan adat tentang pembangunan rumah. Aturan itu di antaranya adalah sudut-sudut rumah harus diperkuat dan tiang rumah panggung harus menggunakan kayu dengan kualitas baik dengan ukuran besar.

Baca juga : PANDUAN PENYEMBELIHAN HEWAN KURBAN SAAT PANDEMI COVID-19

Aturan tersebut memang tidak melarang pembangunan rumah tembok, tetapi secara langsung mendorong rumah dibangun dari kayu agar tahan gempa. Nah, konstruksi rumah panggung itulah yang mana merupakan salah satu wujud proses adaptasi warga Renah Kemumu terhadap gempa.

Dari sini kita bisa berkaca dan menyadari, bahwa selalu ada pesan dibalik budaya yang diturunkan oleh leluhur kita, misalnya saja dalam pengurangan risiko bencana. Maka dari itu, yuk kita lestarikan kebudayaan Indonesia secara bersama-sama! (MA)

Sumber : Ekspedisi Cincin Api (Kompas.com)