Refleksi Aksi VFL 2019 dalam Pengurangan Risiko Bencana

Perihal bencana, memang tidak dapat dipungkiri kalau hal tersebut akan selalu menjadi ‘bintang’ yang kerap dibicarakan. Hal ini dikarenakan Indonesia sendiri memang banyak terdapat ancaman bencananya, karena wilayahnya diapit oleh Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik.  Pengurangan risiko bencana menjadi hal wajib yang harus dilakukan dan dipelajari oleh berbagai pihak khususnya masyarakat. Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk membangun kesadaran dan kesiapsiagaan bencana di kalangan masyarakat. Perlu adanya kolaborasi pentahelix yang saling menguatkan dan bergotong royong untuk mewujudkannya. 

Views from the Frontline (VFL) yang diinisiasi oleh Global Network of Civil Society Organisations for Disaster Reduction (GNDR) hadir dalam bentuk data yang lebih konkrit untuk mewujudkan ketangguhan masyarakat. 

Terdapat beberapa temuan dari VFL 2019 berdasarkan tiga aspek yang dikaji (profil risiko, tata kelola risiko yang inklusif, lingkungan pendukung). Temuan VFL 2019 menyimpulkan bahwa kondisi iklim memicu adanya peningkatan bencana hidrometeorologi antara lain, banjir, tanah longsor, kekeringan, angin kencang, dan abrasi. Hasil survey VFL 2019 menunjukkan, konsekuensi yang ditimbulkan akibat ancaman bencana tersebut antara lain gagal panen, kerusakan infrastruktur, kerusakan bangunan, hilangnya sumber air bersih, dan kerugian pada ekonomi dan mata pencaharian. 

Saat terjadi bencana, terkait air dan sanitasi menjadi prioritas dalam aksi pengurangan risiko bencana, mengingat ancaman hidrometeorologi membawa konsekuensi pada hilangnya sumber air bersih dan gangguan pada perilaku hidup bersih. Selain itu, investasi terhadap penguatan infrastruktur dan upaya mitigasi juga menjadi hal penting. Tidak sampai di situ, upaya yang perlu dilakukan dalam aksi pengurangan risiko bencana menurut pemerintah antara lain, edukasi dan pelatihan, simulasi bencana, penyadartahuan, dan penilaian risiko. Sedangkan, menurut komunitas secara umum pengurangan risiko bencana bisa dilakukan melalui reboisasi, manajemen ekosistem dan perbaikan lingkungan, serta teknik pertanian tangguh. 

Sementara itu, untuk aspek tata kelola risiko, survei berupaya memotret partisipasi masyarakat mulai dari tahap penilaian, perencanaan, pelaksanaan, hingga monitoring program-program terkait pengurangan risiko bencana oleh pemerintah. Komunitas jauh lebih banyak dilibatkan dalam pelaksanaan dan pemantauan program jika dibandingkan dalam penilaian dan perencanaan program atau kebijakan terkait pengurangan risiko bencana. Sedangkan, pelibatan masyarakat oleh Organisasi Masyarakat Sipil lebih banyak dalam hal perencanaan, pelaksanaan, dan berbagi pengetahuan. 

Pada aspek lingkungan pendukung yang meliputi struktur organisasi, kebijakan, mekanisme, sumber daya, dan aksesnya, VFL menunjukkan bahwa struktur dan kebijakan untuk pengurangan risiko bencana sudah cukup memadai. Namun, masih diperlukan penguatan mekanisme bagi masyarakat untuk dapat berpartisipasi aktif dalam membangun ketangguhan dan sumber daya atau anggaran pemerintah yang spesifik untuk pengurangan risiko bencana di wilayah setempat. Akan tetapi, mayoritas responden komunitas menyatakan ada peluang bagi komunitas mengakses sumber daya dari pemerintah setempat. 

Perlu diketahui, temuan VFL menyoroti hubungan antara pengurangan risiko bencana, aksi iklim dan isu-isu pembangunan berkelanjutan seperti kemiskinan dan ketidaksetaraan, baik sebagai faktor pendorong (driver) dan konsekuensi dari bencana. Strategi adaptif diperlukan untuk mengatasi masalah multidimensi tersebut, yaitu tindakan inovatif yang mempertimbangkan aspek bencana dan perubahan iklim serta pemberdayaan mata pencaharian masyarakat. 

Di samping itu, VFL 2019 juga berfokus pada upaya peningkatan partisipasi kelompok berisiko dalam manajemen risiko dan proses pembangunan ketangguhan.  Serangkaian kegiatan VFL 2019 yang telah diikuti oleh laki-laki, perempuan, lansia, disabilitas, anak-anak, dan remaja, ada dua isu yang sering muncul yakni, kurangnya keterlibatan aktor lokal yang berisiko dalam proses pengambilan keputusan untuk mengakses sumber daya sekaligus memperkuat ketahanan dan perencanaan pembangunan daerah tidak selalu mempertimbangkan penilaian risiko bencana. 

Maka dari itu, meningkatkan aksesibilitas dan inklusi kelompok paling berisiko dalam proses pengambilan keputusan terkait pengurangan risiko bencana di tingkat lokal dan memperkuat kolaborasi organisasi masyarakat sipil untuk mengangkat suara komunitas semakin genting dilakukan. Sehingga, para pengambil keputusan dapat memahami prioritas bencana dari perspektif lokal dan proses pengambilan keputusan berbasis data dan informasi risiko yang memadai. Pertimbangan inklusi pada setiap tahapan kegiatan VFL ditunjukkan melalui pelibatan kelompok paling berisiko dan aspek gender. Tidak berhenti di situ, berbagai metode juga dilakukan untuk memastikan dari segi aspek akuntabilitas terhadap komunitas yang menjadi target pelaksanaan VFL 2019. 

Berbagai Aksi yang Dilakukan VFL 2019

Kesimpulan VFL 2019 menjadi dasar perencanaan aksi lokal yang dilaksanakan di 21 komunitas. Yang mana lokakarya perencanaan aksi lokal menghasilkan 40 aksi prioritas masyarakat yang didukung oleh pendanaan dari GNDR, antara lain solusi lokal yang inovatif untuk pengurangan risiko bencana, seperti reboisasi dan penanaman lebih dari 6000 pohon lokal, pembuatan lubang resapan biopori, pembuatan rorak atau jebakan air, pembuatan terasering guludan, dan biochar. 

(Penanaman pohon di Desa Kolisia, NTT. FOTO : Dokumentasi VFL)

Selain itu, rencana aksi juga memuat kegiatan-kegiatan terkait peningkatan kesadaran dan pendidikan penanggulangan bencana, kampanye pengurangan risiko bencana dan konservasi lingkungan bekerjasama dengan kelompok teater, kesiapsiagaan bencana berbasis sekolah dan keluarga, serta membangun desa tangguh, pemutakhiran pemetaan risiko dan peta evakuasi, penyediaan papan informasi prioritas ancaman, dan penyusunan peraturan desa untuk pelestarian lingkungan. 

(Penanaman pohon di Desa Leahari, Maluku. FOTO : Dokumentasi VFL)

Sebagai tindak lanjut dari pengumpulan data dan analisis survei yang telah dilakukan oleh VFL 2019 pada tingkat lokal, YAKKUM Emergency Unit (YEU) sebagai koordinator VFL di Indonesia melaksanakan lokakarya Perencanaan Aksi komunitas diselenggarakan di 21 komunitas oleh 8 Organisasi Mitra, yaitu Perkumpulan Lingkar, SP Kinasih, IPPMI DIY, RDI, Mariamoe Peduli, Caritas Maumere, Care Peduli, dan Walang Perempuan. 

(Penyerahan bibit tahap pertama di Leahari, Maluku. FOTO : Dokumentasi VFL)

Lokakarya tersebut memiliki berbagai tujuan, yakni untuk mempresentasikan dan memvalidasi temuan VFL 2019 dengan masyarakat, menggali informasi lebih mendalam dari berbagai pemangku kepentingan tentang prioritas ancaman dan manajemen risiko, serta merumuskan rencana aksi untuk dilaksanakan melalui kolaborasi antara pemerintah, organisasi masyarakat, dan masyarakat yang melibatkan perempuan, lanjut usia, disabilitas, anak, dan remaja. 

(Penyerahan bibit tahap kedua di Desa Leahari, Maluku. FOTO : Dokumentasi VFL)

Sebagai contoh, temuan VFL di Tamansari, kelurahan padat penduduk di Kota Bandung dengan banyak gedung perkantoran, kampus, dan pemukiman, menunjukkan bahwa banjir menjadi ancaman besar bagi masyarakat. Pada dasarnya, hal ini disebabkan oleh berkurangnya daerah resapan air serta pengelolaan sampah yang kurang memadai. Banjir yang sering masyarakat alami seolah-olah menjadi hal yang biasa meski berdampak pada aktivitas sehari-hari mereka. 

Sementara di tingkat nasional, kegiatan penyebaran informasi pesan-pesan kunci VFL 2019 dilakukan melalui beberapa kesempatan, diantaranya dengan memasukan survei VFL 2019 dalam laporan Indonesia untuk Global Platfrom for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2019, peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana 2019 dan 2020. 

Di dalam laporan GPDRR 2019 disebutkan bahwa survei VFL 2019 menunjukkan komunitas mampu mengakses daya, salah satunya adalah melalui dana desa. Terutama untuk mitigasi skala kecil dan pengelolaan daerah aliran sungai. Rencana advokasi di tingkat nasional disusun berdasarkan konsultasi dengan Komite Penasihat Nasional dan pemangku kepentingan terkait untuk memperkuat kolaborasi antara organisasi masyarakat sipil untuk menyuarakan perspektif komunitas yang paling berisiko dalam rangka memajukan pengurangan risiko bencana di Indonesia.

Dengan demikian, melalui VFL 2019 masyarakat tidak hanya dapat menyampaikan prioritas mereka, tapi disisi lain juga dapat memberikan informasi bagi masyarakat tentang standar pemerintah untuk menilai risiko. Sehingga masyarakat dapat mengetahui kebijakan dan rencana aksi pengurangan risiko bencana. (MA)

*Artikel membahas tentang VFL ini merupakan kolaborasi antara SiagaBencana.com bersama dengan YAKKUM Emergency Unit.