Ancaman bencana bisa terjadi dimana dan kapan saja. Sehingga, kita tidak bisa menghindari hal tersebut. Namun, di kala bencana datang, aksi cepat warga yang menggalang donasi ataupun memberikan sumbangan patut diacungkan jempol. Akan tetapi, langkah berdonasi harus lebih hati-hati. Hal ini dikarenakan niat baik bisa menjadi masalah abru bagi lingkungan maupun penyintas bencana jika tidak dilakukan secara bijak. Maka dari itu, penting pemilahan pakaian bekas.
Donasi pakaian yang tidak melalui pemilahan justru dapat menambah jumlah sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), bahkan teronggok begitu saja di sekitar lokasi bencana. Bahkan tak jarang yang mengeluhkan tumpukan pakaian hasil donasi yang tidak digunakan sehingga menambah sesak gudang. Sebab, tertimbun terlalu lama, pakaian menjadi lembap dan berjamur.
Perlu diingat, posko bencana bukanlah satu-satunya saluran untuk berdonasi. Kita bisa mengandalkan sistem donasi yang sudah ada. Beberapa organisasi atau komunitas di Indonesia menerima donasi pakaian masyaralkat untuk disumbangkan kembali atau diolah. Misalnya aja Gombal Project, sebuah usaha sosial dari Yogyakarya untuk mengurangi limbah tekstil termasuk pakaian bekas. Mereka menerima donasi pakaian untuk diolah kembali menjadi produk yang dijual ke publik.
Gerakan ini menerapkan sistem donasi terbatas, yakni membuka saluran penymbangan pakaian bekas berdasarkan kebutuhan produk yang akan dibuat. Sistem inilah yang membantu dalam menghindari terciptanya sampah baru dengan pakaian yang kemudian tidak dapat dikelola. Selain itu, sistem ini dapat mendorong gerakan pilah pakaian dari rumah untuk mendorong rasa tanggung jawab dari para donatur pakaian.
Terlepas dari hal tersebut, Indonesia membutuhkan sistem donasi pakaian yang mapan. Artinya, sistem ini dapat menampung pakaian bekas setiap waktu dengan tujuan penyaluran yang beragam. Misalnya aja dalam memnuhi kebutuhan masyarakat marginal ataupun korban bencana, usaha pengolahan pakaian, ataupun dijual kembali. Di samping itu, donatur wajib memilah pakaian bekas sebelum disumbangkan.
Sistem ini penting untuk mengantisipasi kebutuhan pakaian bekas bagi penyintas bencana yang dapat terjadi sewaktu-waktu. Sarana penyaluran juga dibutuhkan untuk mengurangi limbah tekstil di Indonesia yang jumlahnya per 2021 sudah mencapai 2 juta ton.
Sumber : Anjani Tri Fatharani