Indonesia merupakan salah satu negara dengan sistem pendidikan terbesar di dunia dengan lebih dari 47 juta peserta didik, 3,2 juta guru, dan lebih dari 272.000 satuan pendidikan, sebagaimana tercatat dalam Data Pokok Pendidikan (DAPODIK) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Menurut kajian yang dilakukan oleh Kemendikbudristek dan BNPB pada tahun 2019, terdapat lebih dari 52.000 satuan pendidikan yang berada di wilayah rawan gempa bumi. Kondisi ini menyoroti kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kesiapsiagaan bencana dan perlindungan terhadap fasilitas pendidikan.
Besarnya angka ini menegaskan betapa pentingnya sistem pendidikan di Indonesia dalam membentuk generasi masa depan bangsa. Namun, ukuran dan kompleksitas sistem pendidikan ini juga menghadapi tantangan signifikan, terutama terkait dengan risiko bencana.
Serangkaian kegiatan dan koordinasi singkat dengan perwakilan tim peneliti BRIN dilakukan untuk mempersiapkan kunjungan sekolah ke SMAN 57 Jakarta pada Sabtu, (31/08).
Kunjungan sekolah ini bertujuan untuk melihat realita dan contoh dalam rangka memahami kondisi saat ini mengenai pendidikan bencana dan pemahaman guru serta siswa mengenai kesiapsiagaan terhadap bencana, khususnya terhadap gempabumi.
Perwakilan peneliti BRIN, Dr. Nuraini Rahma Hanifa dalam keterangannya menjelaskan dipilihnya SMAN 57 Jakarta sebagai lokasi kegiatan kunjungan sekolah ini berdasarkan kriteria yang ditentukan tim peneliti yaitu sekolah yang pernah atau sedang menjalankan program Satuan Pendidikan Aman Bencana/SPAB.
Primasari, S.Pd selaku Kepala SMAN 57 Jakarta menyambut kedatangan tim peneliti dengan menyematkan Cukin Betawi sejenis selendang atau syal tradisional bermotif ondel-ondel. Dalam tradisi adat Betawi, Cukin sebagai tanda penghormatan yang diberikan kepada tamu sebagai bentuk penghargaan dan tanda bahwa tamu tersebut diterima dengan hangat oleh tuan rumah.
Kepala SMAN 57 Jakarta menyematkan Cukin kepada Tim Peneliti. FOTO : Tasril Mulyadi
Primasari mengucapkan selamat datang dan menyampaikan terima kasih telah memilih SMAN 57 Jakarta sebagai lokasi kunjungan sekolah oleh tim peneliti dalam rangka survei perencanaan rinci (Detailed Planning Survey) untuk persiapan Research Project for Development of End-to-End Earthquake Early Warning and Response System.
SMAN 57 Jakarta terletak di Jl. Raya Kedoya, Kelurahan Kedoya Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Kota Administrasi Jakarta Barat, Provinsi DKI Jakarta. Sekolah ini terdiri dari tiga lantai yang menyediakan ruang kelas dan sarana prasarana yang memadai untuk kegiatan belajar mengajar.
Peta Lokasi SMAN 57 Jakarta. Illustrasi : Tasril Mulyadi
Lokasi SMAN 57 Jakarta berada didalam pemukiman penduduk memiliki potensi atau ancaman berupa banjir, kebakaran, gempabumi dan ancaman sosial lainnya seperti tawuran, konflik sosial dapat saja terjadi pada saat kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Primasari menyampaikan saat ini SMAN 57 Jakarta sedang menjalankan program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB). “SPAB adalah Satuan Pendidikan (SP) yang menerapkan standar sarana dan prasarana serta budaya yang mampu melindungi warga Satuan Pendidikan dan lingkungan di sekitarnya dari bahaya bencana”, jelas Primasari.
“Terdapat tiga pilar utama Satuan Pendidikan Aman Bencana yaitu Fasilitas Sekolah yang lebih Aman, Manajemen Bencana di Sekolah dan kesinambungan Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana dan Resiliensi”, ungkap Primasari.
Turut hadir mendampingi dan memberikan sambutan dalam pembukaan kegiatan kunjungan sekolah antara lain Kobayashi Kenichi, Director Disaster Risk Reduction Group JICA Headquarter Japan dan Prof. Hiroshi Inoue, Principal Investigator, Kyoto University.
Sambutan disampaikan oleh Kobayashi Kenichi, Director Disaster Risk Reduction Group JICA Headquarter Japan dan Prof. Hiroshi Inoue, Principal Investigator, Kyoto University. FOTO : Tasril Mulyadi
Pada sesi pemaparan, Ratih Rachmawati, S.Pd.,M.Si perwakilan guru menjelaskan secara singkat awal mula program SPAB hadir di SMAN 57 Jakarta atas dasar kesadaran pihak sekolah akan arti pentingnya kesalamatan dan keamanan siswa selama berada di lingkungan sekolah.
Perwakilan guru, Ratih Rachmawati memaparkan capaian program SPAB kepada tim peneliti.
Ia menceritakan dalam kurun waktu selama 10 bulan menjalankan program pendampingan SPAB, SMAN 57 Jakarta telah menunjukan hasil yang signifikan.
“Dari 10 indikator atau langkah dalam penerapan SPAB, sekolah ini telah menyelesaikan delapan tahapan dan direncanakan pada bulan Oktober mendatang akan dilakukan penilaian akhir evaluasi dan kegiatan monitoring satu tahun pelaksanaan SPAB di SMAN 57 Jakarta’’, jelas Ratih.
Senada dengan yang disampaikan oleh Tasril Mulyadi, S.Pd sebagai fasilitator SPAB bersama dengan Yayasan Adaptasi Bencana Indonesia selaku mitra pendamping program SPAB di SMAN 57 Jakarta menjelaskan bahwa kegiatan peningkatan kapasitas guru dan siswa dilakukan dalam serangkaian aktifitas mulai dari sosialisasi, lokakarya dan simulasi kesiapsiagaan bencana telah dilakukan pada Bulan Oktober 2023.
Pendampingan program SPAB di SMAN 57 Jakarta ditahun 2024 ini merupakan bentuk kolaborasi dan sinergi multi pihak dengan mendapatkan dukungan dari BNPB, BPBD DKI JAKARTA, Sekretariat Nasional SPAB, dan bermitra dengan Program Studi Pendidikan Geografi UNJ, Yayasan Adaptasi Bencana Indonesia (YABI), Yayasan Kausa Resiliensi Indonesia (YKRI), Jaga Balai, U-Inspire Indonesia, Box-Breaker dan siagabencana.com
Tasril Mulyadi berdiskusi dengan perwakilan guru dan tim peneliti Jepang. FOTO : Tasril Mulyadi
“Selama 10 bulan program pendampingan SPAB di SMA Negeri 57 Jakarta telah menunjukan berbagai hasil antara lain: Terpasangnya rambu/tanda jalur evakuasi di koridor setiap lantai, penanda jalur naik/turun anak tangga, mengganti Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dan Alat Pemadam Api Berat (APAB) pada beberapa titik disetiap lantainya, memiliki dokumen kajian risiko bencana partisipatif berbasis sekolah, tersedianya peta atau denah evakuasi, memiliki prosedur tetap evakuasi, struktur tim siaga bencana sekolah, penyiapan sarana dan prasarana keselamatan, pelaksanaan latihan evakuasi mandiri sampai kepada penetapan rencana aksi pengurangan risiko bencana sebagai kebijakan penanggulangan bencana pada satuan pendidikan”, Jelas Tasril.
Ia mengungkapkan harapannya melalui kunjungan sekolah ini dapat memberikan manfaat kepada para peneliti yang akan melakukan riset End to End Earthquake Early Warning and Response System di Indonesia dan hasilnya dapat memberikan dampak yang positif bagi upaya pengurangan risiko bencana khususnya untuk mitigasi bencana gempabumi.
Pada sesi presentasi siswa, Kya dan Felly menyampaikan kepada tim peneliti bahwa SMAN 57 Jakarta menggunakan metode school watching dalam kegiatan pengkajian risiko bencana partisipatif berbasis sekolah yang juga digunakan oleh siswa di Jepang.
Perwakilan siswa, Kya dan Felly memaparkan hasil pengamatan lingkungan sekolah menggunakan metode School Watching kepada tim peneliti. FOTO : Tasril Mulyadi
“School Watching merupakan metode untuk mengidentifikasi apa saja ancaman, kerentanan dan kapasitas di sekitar lingkungan sekolah dengan cara melakukan pengamatan baik didalam maupun diluar sekolah yang dilakukan oleh warga sekolah dengan menggunakan bantuan daftar periksa dan denah sekolah’’, Jelas Felly merujuk pada panduan praktis school watching: Cara seru kenali risiko bencana di sekolah (Mulyadi, 2024).
Dr. Mizan Bustanul Fuady Bisri selaku perwakilan peneliti Kobe University menjelaskan informasi yang dikumpulkan pada kegiatan kunjungan sekolah ini akan menjadi landasan untuk finalisasi kerangka kerja proyek penelitian tersebut serta penentuan lokasi kegiatan 5 tahun ke depan.
Sebagai informasi, dahulu, pada saat Jepang akhirnya dapat membuat sistem peringatan dini gempabumi yang mencakup seluruh negara pada 2000–2007, sektor pendidikan adalah salah satu yang menjadi fokus eksperimentasi dan implementasi sosial terhadap sistem tersebut.
Dr. Mizan Bustanul Fuady Bisri, peneliti Kobe University menjelaskan prosedur evakuasi darurat kepada tim peneliti Jepang. FOTO : Tasril Mulyadi
“Kami dari sisi tim peneliti Jepang tentu memahami bahwa SMAN 57 baru saja mengalamami akselerasi implementasi panduan Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB), dimana dalam kerangka kesiapsiagaan terhadap gempabumi, termasuk di dalamnya banyak hal positif dan pada saat yang sama ada hal-hal yang harus ditingkatkan. Apalagi dikaitkan dengan rencana implementasi suatu konsep yang baru di Indonesia, yakni sistem peringatan dini gempabumi’, jelas Mizan.
“SMAN 57 Jakarta mungkin telah melakukan berbagai hal dalam konsep SPAB, tetapi akan masih lebih banyak lagi satuan pendidikan yang belum melakukan konsep SPAB atau bahkan belum banyak kesadaran mengenai penanggulangan bencana, hal ini tentu juga akan menjadi pertimbangan kami bersama tim peneliti Indonesia untuk menentukan lokus penelitian nantinya”, tambah Mizan.
Menutup kegiatan, perwakilan peneliti BRIN memberikan plakat cinderamata sebagai tanda terima kasih kepada SMAN 57 Jakarta dan selanjutnya rombongan peneliti dipandu untuk mencoba permainan dalam bentuk Virtual Reality (VR) gempabumi-tsunami dan beberapa produk materi edukasi pendidikan kebencanaan yang dikembangkan oleh Box Breaker.
Penyerahan plakat dan uji coba Virtual Reality Gempabumi-Tsunami yang di kembangkan oleh Box Breaker. FOTO : Tasril Mulyadi
Kegiatan dilanjutkan dengan berkeliling kedalam bangunan sekolah dan menyaksikan latihan evakuasi mandiri gempabumi yang diikuti oleh perwakilan siswa didalam ruangan kelas yang berada di lantai dua untuk menguji pemahaman siswa akan prosedur tetap kedaruratan meliputi tanda atau bunyi peringatan, respon penyelamatan diri serta evakuasi menuju titik kumpul sesuai dengan jalur evakuasi yang ada pada denah evakuasi sekolah.
Denah jalur evakuasi SMAN 57 Jakarta Ilustrasi : Tasril Mulyadi
Tentang SATREPS
Sekelompok peneliti saat ini sedang melakukan kegiatan survei perencanaan rinci (Detailed Planning Survey) untuk persiapan Research Project for Development of End-to-End Earthquake Early Warning and Response System melalui skema Science and Technology Research Partnership for Sustainable Development (SATREPS).
Kerja sama lintas lembaga penelitian ini melibatkan setidaknya lebih dari 70 peneliti dari Indonesia dan Jepang mewakili BRIN, BMKG, BNPB dan beberapa perguruan tinggi dari kedua negara serta mendapat dukungan dari dua lembaga pemerintah Jepang yaitu Japan Science and Technology Agency (JST) dan Japan International Cooperation Agency (JICA).
Informasi dari laman Japan Science and Technology Agency menjelaskan bahwa saat ini kolaborasi penelitian tersebut telah mendapatkan penerimaan sementara (Provisional Acceptance) dari Pemerintah Jepang. Jika semua proses berjalan sesuai rencana, penelitian ini akan dimulai pada awal tahun 2025 dan berlangsung selama lima tahun kedepan, hingga tahun 2030.
Salah satu komponen utama dari penelitian ini adalah pengembangan panduan respons waktu nyata (real time) untuk peringatan dini gempa bumi yang akan menyediakan panduan tindakan secara bersamaan saat peringatan diterima.
Penulis : Tasril Mulyadi