Bencana merupakan peristiwa berulang dan merupakan pintu terbukanya rahasia alam dan peradaban manusia. Dalam perspektif positif, bencana merupakan gerbang agar masyarakat menjadi lebih baik. Seperti yang dilakukan oleh masyarakat negara Jepang, walaupun mereka terkena bencana, bagi mereka bencana adalah sebuah peluang untuk merevisi dan menganalisa, serta menemukan kajian yang baru. Sehingga jika terjadi bencana, masyarakat dapat meminimalisir adanya korban dan kerusakan akibat bencana itu sendiri.
Untuk masa sekarang, masyarakat Indonesia sedang dihadapkan dengan bencana COVID-19. Apa yang diimpikan di era pandemi saat ini ialah kita bisa lebih tangguh dalam bencana dan manusia tidak terlalu mengeksploitasi alam. Agar mimpi tersebut terwujud, perlu adanya upaya pengurangan risiko bencana. Akan tetapi, dalam upaya pengurangan risiko bencana tidak bisa hanya dilakukan secara individu, harus ada pelibatan dari unsur pentahelix, salah satunya pada sektor pendidikan.
Perguruan tinggi merupakan institusi terbaik bagi upaya memadukan aspek pengamatan. Mahasiswa juga dianggap sebagai agen perubahan yang baik, memadukan antara ilmu pengetahuan pada peristiwa bencana. Akademisi menjadi bagian penting dalam pengurangan risiko bencana. Ada beberapa prioritas aksi yang dilakukan, seperti :
- Memahami Risiko
Memperkuat kapasitas teknis dan ilmiah untuk memanfaatkan dan mengkonsolidasikan pengetahuan yang ada, meningkatkan investasi dalam inovasi dan pengembangan teknologi.
- Penguatan Tata Kelola untuk Pengurangan Risiko Bencana
Mempromosikan pengembangan standar kualitas, seperti sertifikasi dan penghargaan untuk manajemen risiko bencana dengan partisipasi sektor swasta, masyarakat sipil, asosiasi profesi, organisasi ilmiah.
- Investasi Dalam Pengurangan Risiko Bencana untuk Ketangguhan
Untuk mempromosikan Kerjasama antara akademisi, jaringan ilmuwan dan penelitian, serta sektor swasta agar dapat mengembangkan produk dan layanan baru.
Kemudian, ada kampanye perguruan tinggi tangguh bencana, melibatkan 3.225 lembaga pendidikan tinggi. 121 perguruan tinggi pemerintah, 3104 perguruan tinggi swasta, 6 juta mahasiswa. Sehingga semua mendorong pembelajaran kebencanaan, meliputi:
- Tahun 1: Pembelajaran konseptual,
- Tahun 2-Tahun IV: Pembelajaran praktik,
- Outcome: Sikap.
Salah satu perguruan tinggi dalam upaya pengurangan risiko bencana adalah Universitas Sebelas Maret (UNS). UNS memiliki program kesiapsiagaan bencana. Prof. Dr. Kuncoro Diharjo, S.T., M.T selaku Wakil Rektor 3 Universitas Sebelas Maret dalam webinar yang diselenggarakan oleh LPPM Sebelas Maret pada Jumat (30/10) mengatakan, program kesiapsiagaan bencana yang dilakukan oleh UNS bukan hanya diperuntukkan untuk kalangan civitas akademika, tetapi juga dapat membantu jika di suatu daerah di Indonesia terjadi bencana.
Segala kegiatan program siaga bencana di UNS memiliki funding yang diperoleh dari biaya UNS, rekening UNS peduli, bantuan dinas terkait (RSUD), serta alumni peduli (IKA UNS Peduli). Peran UNS adalah untuk meringankan beban bencana secara serentak, mulai dari kesiapsiagaan, penanggulangan, tanggap darurat (disaster, response), rekonstruksi dan rehabilitasi, serta trauma healing. UNS juga bekerja sama dengan BPBD, RSUD Muwardi, PMI, RSAL Mintoharjo, dan Pemerintah Daerah. (MA)