KEPULAUAN ARU – Potongan lirik lagu:
Kalau ada gempa lindungi kepala
Kalau ada gempa ingat BBMK
Jangan Berlari (panik)
Jangan Berisik
Jangan Mendorong
Dan Jangan Kembali
Demikian adalah potongan lirik lagu adaptasi dari lagu daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) berjudul Potong Bebek Angsa yang dinyanyikan oleh anak-anak hingga usia lanjut di Desa Durjela dan Desa Wangel, Kepulauan Aru, Minggu (17/11). Sembari bernyanyi mereka memperagakan beberapa gerakan mitigasi praktis; menutup kepala dan leher belakang, merunduk dan melindungi diri dengan kursi sembari bersiap untuk segera keluar dari ruangan.
Semua riang, semua ikut senang apalagi ketika Bupati Kepulauan Aru, dr. Johan Gonga turut hadir di tengah-tengah mereka menyanyikan dan memperagakan gerakan yang dipandu oleh para satgas penanggulangan bencana dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aru bersama kepala desa dan perangkat desa serta tokoh adat lainnya.
Baca juga : 5 TORNADO MENYERAMKAN DI DUNIA
Ada 109 orang warga Desa Durjela dan 124 warga Desa Wangel turut serta mengikuti pembelajaran evakuasi mandiri yang dibidani oleh Direktorat Kesiapsiagaan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Metode pembelajaran sosialisasi evakuasi mandiri dengan lagu yang dibawakan dengan suasana riang bisa membangkitkan perasaan yang senang dan gembira, sehingga apa yang diberikan dapat dengan mudah untuk dipahami dan diingat dalam memori. Hal ini juga akan mencegah ketakutan atau kecemasan berlebihan yang berujung pada kepanikan ketika bencana terjadi.
Metode yang juga sudah diterapkan di Jepang dalam kegiatan evakuasi mandiri itu terbukti efektif untuk menghindari kepanikan yang mengakibatkan kekacauan ketika terjadi gempa dan tsunami. Sehingga hal itu bisa memudahkan seluruh komponen masyarakat untuk mengevakuasi secara mandiri dengan aman dan terkendali.
Selain melakukan evakuasi mandiri dengan metode yang menyenangkan. Warga juga mengikuti penilaian kondisi psikologis masyarakat dalam evakuasi dengan konsep Stamp Rally Exercise. Dalam metode ini, warga diminta untuk memberi respon dari pertanyaan yang dilampirkan dalam selembar kertas terkait respon ketika akan, sedang dan setelah evakuasi mandiri jika terjadi bencana di wilayahnya. Beberapa pertanyaan itu wajib dijawab dan dalam hal ini tidak ada jawaban mutlak salah atau benar. Semua tergantung dari masing-masing warga.
Dari hasil jawaban itu kemudian akan diberi cap stempel warna oleh tim penilai sesuai hasil dari pernyataan yang diberikan. Tiga warna tersebut lah yang menjadi indikator untuk menentukan pola pendampingan yang bagaimana yang dibutuhkan mayarakat.
Apabila banyak warga yang mendapatkan stampel warna merah, maka yang bersangkutan dinilai sudah memiliki kapasitas dan inisiatif yang tinggi untuk melakukan evakuasi mandiri tanpa tergantung dari pemerintah atau masyarakat selitar. Stempel merah merupakan indikator Self Help yang mana warga tersebut sudah bisa menolong dirinya sendiri.
Tipe kedua ialah warga yang lebih banyak mengikuti mayoritas (followers), atau dia akan bergerak sesuai kecenderungan yang dilakukan masyarakat terbanyak, meski sebenarnya yang bersangkutan sudah tahu harus ke mana dan harus berbuat apa. Oleh karena itu, mereka yang masuk dalam tipe seperti ini masuk dalam kategori Mutual Help dengan kode stempel warna hijau.
Selanjutnya ialah penerima stempel warna biru atau Official Help, yang mana tipe ini ialah mereka yang benar-benar pasif meski sudah ada arahan atau informasi dari pihak berwenang dan akurat ditambah suara mayoritas yang sudah cukup untuk meyakinkan. Pada tipe inilah yang masih membutuhkan bantuan khusus dari pemerintah maupun aparat lainnya.
Dari tiga jenis stempel tersebut maka dapat ditarik kesimpulan tentang bagaimana intervensi pemerintah dalam meningkatkan kesiapsiagaan sesuai dengan kriteria dan tipe masyarakatnya.
Metode lain yang juga diberikan ialah dengan mengajak masyarakat untuk mengenali wilayahnya sendiri melalui gambar peta mandiri. Dalam kegiatan ini, masyarakat bebas memilih jalur rute evakuasi yang dinilai lebih aman, mudah dan cepat mencapai titik kumpul sesuai pengetahuan mereka tentang wilayah mereka sendiri.
Mereka diberikan kebebasan secara kelompok untuk menentukan jalur. Setelah itu mereka diminta untuk memaparkan dan mencoba langsung jalur tersebut didampingi tim penilai untuk melihat sisi teknis hingga jangka waktunya. Dengan demikian, warga bisa melihat dan memahami dengan sendirinya langkah apa yang harus diambil ketika terjadi bencana.
Melihat usaha dan kesediaan warganya, Bupati Kabupaten Kepulauan Aru sangat mengapresiasi adanya kegiatan evakuasi mandiri tersebut. Lebih dari itu, pihaknya akan mendukung program yang serupa untuk 115 desa lainnya di Kabupaten Kepulauan Aru.
“Kami sangat berterima kasih dan mengapresiasi seluruh upaya tim BNPB, BPBD Kepulauan Aru, Kepala Desa dan perangkat desa lainnya. Kami akan mendukung upaya ini ke depan untuk desa-desa lainnya di Kabupaten Kepulauan Aru,” ungkap Bupati Johan.
Dalam kesempatan yang sama, mantan Direktur Rumah Sakit Cenderawasih Dobo itu juga meminta warganya agar senantiasa menjaga lingkungan sebagaimana untuk pengurangan risiko bencana dan demi keberlangsungan generasi yang akan datang.
“Kitong (kita semua) ini punya risiko bencana. Kitong harus bisa jaga kitorang punya lingkungan. Jika lingkungan kita bisa jaga, maka kita akan dilindungi alam”, seru Bupati Johan.
Setali tiga uang dengan orang nomor satu se-Kepulauan Aru, Oma Min Watumelawar, warga Desa Wangel sangat terkesan dan bangga bahwa pemerintah pusat *telah hadir* memberi pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan warga desanya.
“Kami merasa *bangga* ketika tim BNPB bisa memberi kenang-kenangan yang baik bagi warga di sini. Saya belajar kalau ada gempa harus tutup kepala, tidak berisik dan jalan dengan tenang ke tempat aman. Terima kasih untuk semua,” ungkap Min.
Dengan komitmen meningkatkan kapasitas manusia melakui kegiatan kesiapsiagaan dan sebagai koordinator penanggulangan bencana, BNPB akan terus menjaga koridor pengurangan risiko bencana bagi masyarakat dengan metode yang sama demi menentukan pola pendampingan yang bagaimana yang dibutuhkan mayarakat.
“Masyarakat tidak bisa dengan mudah diarahkan melalui cara-cara yang bukan menjadi kesehariannya. Kita harus membantu mereka menentukan pola yang sesuai dengan apa yang selama ini melekat di kehidupan sehari-harinya. Sehingga ke depannya masyarakat bisa lebih mandiri dalam pengurangan risiko bencana,” kata Kasubdit Peringatan Dini, Abdul Muhari.
Apa yang telah dilakukan warga Desa Wangel dan Darujela menjadi pilot project yang mana hal itu belum pernah diterapkan di daerah manapun di Indonesia. Sehingga apa yang menjadi indikator keberhasilan dalam kegiatan tersebut nantinya dapat diaplikasikan di wilayah lain di bumi Nusantara.
Sumber : Agus Wibowo (Kepala Pusat Data Informasi dan Humas)