Peristiwa gempabumi yang terjadi di Ambon Kamis (26/9), banyak yang mengkaitkan dengan gempabumi dan tsunami di tahun 1950. Namun, nyatanya tidak sama sekali berkaitan lho Disasterizen. Ada dua hal temuan baru terkait gempa pada Kamis lalu di Ambon itu. Untuk lebih jelasnya lagi mending langsung saja baca di artikel yang satu ini!
Gempabumi dan tsunami di Ambon sebelumnya memang pernah terjadi pada 1950. Sayangnya catatan sejarah dan dokumentasi sangat terbatas Disasterizen. Tetapi ini dapat dimaklumi, mengingat pada saat itu situasi di wilayah ini masih terjadi pertempuran antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan Tentara Republik Maluku Selatan (RMS).
Kalau dari penelusuran hasil rekaman seismograf sih yang didapat dari USGS ini, diketahui bahwa gempabumi di Ambon pada tahun 1950 terjadi pada hari Minggu, 8 Oktober 1950. Gempa tersebut terjadi pada pukul 03.23.12 (UTC) atau 12.23.13 waktu setempat, di koordinat 4.199°LS 128.233°BT pada kedalaman 20.0 km (12.4 mi) dengan M 7.3. Tapi sumber dari NOAA dan SSCC-Rusia menyebutkan besar kekuatannya sebesar M 7.6.
Baca juga : DAERAH YANG SELAMAT DARI LIKUIFAKSI
Gempabumi & Tsunami 1674
Nah kalau kita memutar waktu ke belakang lebih jauh lagi, Ambon juga pernah mengalami gempabumi dan tsunami di tahun 1674. Gempa dan tsunami ini terjadi pada tanggal 17 Februari 1674 silam, yang menewaskan 2.322 orang di Ambon dan Seram. Bukan hanya itu saja, peristiwa ini juga menewaskan istri Rumphius (Ilmuan asal Jerman) dan salah seorang anak perempuannya.
George Everhard Rumphius ini adalah salah satu orang yang mengalami peristiwa tersebut, lho Disasterizen. Rumphius ini mengisahkan kondisi desa di Ambon dan Seram yang hancur akibat peristiwa tersebut. Seperti ini ia mencatatnya Sob!
“Lonceng-lonceng di Kastel Victoria di Leitimor, Ambon, berdentang sendiri. Orang berjatuhan ketika tanah bergerak naik turun seperti lautan. Begitu gempa mulai menggoyang, seluruh garnisun kecuali beberapa orang yang terperangkap di atas benteng, mundur ke lapangan di bawah benteng, menyangka mereka akan lebih aman. Akan tetapi, sayang sekali tidak seorangpun menduga bahwa air akan naik tibatiba ke beranda benteng. Air itu sedemikian tinggi hingga melampaui atap rumah dan menyapu bersih desa. Batuan koral terdampar jauh dari pantai”.
Ia mengatakan Hila di dekat Hitu adalah daerah yang paling menderita. Ada sekitar 13 desa yang dituliskan Rumphius terkena dampak dari peristiwa tersebut. Desa itu terbentang di sepanjang pesisir utara Leihitu, mulai dari Larike di ujung barat hingga Tial di ujung timur. Di Pulau Seram yang tercatat adalah tempat-tempat di daerah Huamual, seperti Tanjung Sial dan Luhu. Catatan lain juga dari Oma di selatan Pulau Haruku dan Pulau Nusa Laut.
Catatan Rumphius ini merupakan warisan penting bagi masyarakat Indonesia, terutama Ambon dan Seram. Ingat ya Disasterizen, gempa dan tsunami ini sewaktu-waktu bisa terjadi lagi. Oleh karenanya kita harus belajar dari catatan sejarah ini dan melakukan berbagai usaha untuk membangun kesiapsiagaan dalam mengantisipasi apabila kejadian tersebut terjadi lagi. Sadar bencana dari sekarang yok! (MA)
Sumber : Buku Air Turun Naik Di Tiga Negeri (UNESCO)