Sobat Disasterizen, pernah mendengar istilah tunanetra, tunarungu dan tunawisma? Nah, kalo tunagrahita udah pernah dengar belum? Kalo belum, nih SiagaBencana.com kasih tau ya! Jadi, tunagrahita itu yang biasa digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektualnya dibawah rata-rata.
Anak tunagrahita diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yakni tunagrahita debil (mampu didik) dengan IQ (Intelligence Quotient) berkisar antara 50-70, tunagrahita imbesil (mampu latih) dengan IQ berkisar antara 30-50 dan tunagrahita idiot dengan IQ kurang dari 30.
Meskipun mereka penyandang tunagrahita, tetapi penting untuk selalu bersiap siaga dalam menghadapi bencana. Lalu, dengan cara apa sih memperkenalkan mereka tentang kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana?
Kamu bisa banget nih menggunakan metode play therapy dengan melalui PUSIJUMP (puzzle, music, dan magic jump). Maksudnya apa tuh? Play therapy atau terapi permainan adalah penggunaan media permainan (alat dan cara bermain) dalam pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus yang bertujuan untuk mengurangi gangguan dan penyimpangan pada fisik, mental, sosial, sensorik, dan komunikasi.
Dalam pengenalan kesiapsiagaan dengan menggunakan metode play therapy ada beberapa langkah lho yang bisa kamu ikuti! Ini dia!
- Langkah Awal
Pertama yang harus kamu lakukan dalam pengenalan kesiapsiagaan kepada anak tunagrahita adalah membangun kepercayaan pada anak dan berkomunikasi penuh kesabaran dengan anak. Lalu, menentukan permainan sesuai dengan karakteristik anak.
- Langkah Menengah
Pada langkah ini kamu bisa memberikan informasi tentang tujuan dari permainan ini. Mengeksplorasi dan mengobservasi cara anak bermain, sehingga dengan cara ini konselor/peneliti juga bisa membantu anak untuk mengembangkan kreativitasnya secara luas seperti kemampuan bahasa, seni, gerak, drama dan dapat mengembangkan kemampuan emosi anak dalam menjalin hubungan dengan alam sekitarnya.
- Langkah Akhir
Di langkah ini adalah akhir dari sebuah terapi permainan pada anak. Beri kesempatan anak untuk menyimpulkan apa yang dia dapatkan dalam permainan. Serta, terapi bisa diakhiri jika pada diri anak telah menunjukkan kemajuan dalam berbagai bentuk perilaku positif, khususnya tujuan dari diberikannya terapi bermain dan berikan penegasan terhadap apa yang anak kemukakan dengan benar tentang tujuan terapi bermain ini.
Melalui cara itu anak lebih mudah paham dan memiliki antusias yang tinggi. Jadi, jangan pernah putus asa ya untuk mengajarkan anak penyandang tunagrahita! Kesiapsiagaan itu penting! Salam siaga! (MA)
Sumber : Jurnal Eri Hidayati