Saat ini, masih banyak diperbincangkan di kalangan masyarakat berita jurnal dari peneliti ITB yang berjudul ‘Implications for megathrust earthquakes and tsunamis from seismic gaps south of Java Indonesia’. Pada jurnal tersebut, berisikan adanya potensi gempa dan tsunami yang terjadi di laut Selatan Jawa dengan ketinggian 20 meter.
Di dalam riset tersebut mengatakan, bahwa skenario kasus terburuk dimana ada dua segmen megathrust yang membentang di Jawa pecah secara bersamaan, menunjukkan bahwa ketinggian tsunami dapat mencapai 20 meter dan 12 meter di pantai selatan Jawa Barat dan Jawa Timur, dengan ketinggian maksimum rata-rata 4,5 meter di sepanjang pantai Selatan Jawa.
Baca juga : KETERLIBATAN BNPB DAN AKADEMIS DALAM MITIGASI BENCANA DI KALA PANDEMI COVID-19
Perlu diketahui, penelitian dari peneliti ITB tersebut bukan untuk memprediksi tetapi untuk mengenali potensi gempa dan tsunami di Selatan Jawa. Selain itu, gempa tidak bisa diprediksi.
Daryono, Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG dalam webinar Meneropong Ancaman Megathrust Selatan Jawa dan Bagaimana Upaya Mitigasinya di Jakarta (6/10), menjelaskan konsep megathrust ini dikarenakan adanya Lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah Lempeng Eurasia dalam bidang kontan di Selatan Jawa.
Pulau Jawa sendiri memiliki tiga segmen megathrust, yakni Semgen Jawa Timur, Segmen Jawa Timur – Jawa Barat, dan Segmen Banten – Selat Sunda. Selain itu, gempa di Selatan Jawa tercatat sudah mengalami 12 gempa besar di mulai dari tahun 1840 – 2009 dengan rata-rata 7,0 – 7,9 Magnitudo.
Dapat disimpulkan, jurnal dari peneliti ITB adalah bukan prediksi melainkan adanya potensi gempa dan tsunami di Pulau Jawa. Diharapkan, dari hasil penelitian tersebut digunakan masyarakat untuk bersiaga akan risiko megathrust di Selatan Jawa.
Tidak hanya itu, masyarakat harus siap dengan adanya potensi bencana alam lainnya dan respon mitigasi harus disambut dengan tidak panik. Upaya pengurangan risiko bencana juga diperlukan, misalnya saja membuat breakwater (pemecah gelombang).
Sri Widiyantoro, Guru Besar Seismologi ITB, mengatakan upaya mitigasi diperlukan untuk edukasi masyarakat contoh mitigasi adalah breakwater/pemecah gelombang. Pembuatan breakwater tidak hanya menggunakan material, tapi biasa dengan tumbuhan seperti bakau.
Sedangkan, BMKG sendiri sudah membangun Inatews, yang mana mengoperasikan lebih dari 370 sensor seismik dan lebih dari 18000 skenario model tsunami dari sumber gempa diseluruh Indonesia. Selain itu, ada beberapa pengurangan risiko yang dibuat BMKG, seperti program sekolah lapang, BMKG goes to school dan lain sebagainya. (MA)