Memanfaatkan dan Melestarikan Lingkungan Ala Suku Dayak Benuaq

Beberapa belakangan ini memang masalah lingkungan hidup menjadi masalah serius. Hal ini disebabkan karena menurunnya perilaku peduli manusia dalam memperlakukan alamnya selama ini. Padahal banyak lho yang bisa kita lakukan dan pelajari dari perilaku ramah lingkungan untuk menjaga kelestarian sumber daya alam pada masyarakat lokal di Indonesia.

Salah satunya adalah masyarakat lokal di pulau Kalimantan, khususnya masyarakat Dayak Benuaq. Mereka memiliki kearifan lokal dalam pemanfaatan lahan! Masyarakat lokal ini memiliki segudang cara sendiri dalam memelihara tanah dan sumber daya alam yang lebih baik, karena masyarakat setempat hidup di situ, yang akan menjadi saksi atas keberadaan alam tersebut.

Masyarakat Benuaq ini memandang hutan dan sungai sebagai “tetangga” yang merupakan tempat roh leluhur tinggal. Sehingga keeratan hubungan yang selaras antara manusia dengan hutan dan sungai sangat penting. Ada dewa penjaga hutan yang memberikan hutan pada mereka, sehingga berakibat buruk jika seseorang menyakiti hutan. Sebaliknya, hutan akan memberikan kebaikan jika manusianya menjaga hutan.

Selain itu, keberadaan kebudayaan Dayak Benuaq sangat erat kaitannya dengan kayu Ulin. Kenapa? Karena kayu Ulin ini merupakan tanaman yang baik bagi resapan air di hutan. Kayu Ulin ini bisa lho digunakan sebagai bahan bangunan.

Dayak Benuaq adalah desa sederhana dengan rumah semi permanen yang terbuat dari sebatang kayu Ulin untuk satu rumah selama beberapa generasi. Rumah panjang/Lamin adalah rumah adat keluarga besar suku Dayak Benuaq. Atapnya (Sirap) berasal dari batang pohon Ulin, yang menjaga sirkulasi udara dengan baik.

Baca juga : 4 FAKTA DI BALIK MITOS TORNADO YANG TERSEMBUNYI

Ada juga pohon keramat yang tidak boleh diperjual belikan di luar desa adat. Jika akan melakukan penebangan pohon, maka harus melakukan “Mekanyahu”, yaitu upacara minta izin penjaga hutan. Serta, pohon Ulin ini hanya ditebang dengan tidak mencabut akar, sehingga pohon akan cepat tumbuh kembali.

Sistem bercocok tanam suku Dayak Benuaq berpindah di area ladang penanaman, yang ditanami bermacam tanaman tanpa irigasi. Ini mengikuti alur siklus berpetak-petak sesuai dengan masanya. Beberapa petak lahan dibiarkan tidak ditanami setelah beberapa tahun ditanami padi nantinya. Sebenarnya ini dilakukan agar lahan yang ditidurkan sementara akan siap ditanam kembali, setelah unsur mineral permukaan tanah terjaga kembali.

Tuh kan Disasterizen, jika kita menjaga alam kita dengan penuh kasih sayang. Maka nantinya alam juga akan menjaga kita. Bahkan kita bisa dikasih lebih dengan menikmati hasil alamnya. So, apa kalian tidak malu sama alam? (MA)

Sumber : Jurnal Hetti Rahmawati (Vol. 20, No. 2, Oktober 2015)