Tidak hanya handphone saja, saat ini masker sudah menjadi barang kewajiban yang selalu dibawa dan dipakai saat pergi keluar rumah. Masker yang digunakan pun juga ada berbagai macam jenis, kamu bisa melihatnya penjelasannya di sini! Hal ini guna untuk mencegah terjadinya penularan COVID-19.
Membicarakan soal masker, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah melakukan riset pada masker kain berlapis tembaga untuk masyarakat umum. Peneliti Pusat Penelitian Fisika LIPI, Deni Shidqi Khaerudini mengatakan timnya sedang mengembangkan masker kain disinfektor berbasis lapisan tembaga yang diyakini sebagai anti COVID-19. Hal ini berdasarkan beberapa penelitian terkait tembaga sebagai anti-microbial agent.
Sudah sejak zaman Mesir dan Yunani Kuno, bahwa tembaga telah dikenal sebagai anti-microbial agent, misalnya digunakan sebagai perawatan luka dan sterilisasi air. Selain itu, ditemukan pula adanya perusakan bakteri maupun virus akibat kontak dengan tembaga (contact killer). Meskipun hal tersebut menunjukkan hasil yang berbeda-beda, tergantung jenis mikroorganismenya. Mekanisme perusakan terjadi dengan ion-ion tembaga yang mudah terlepas setelah bakteri atau virus menempel pada lapisan tembaga.
Nah menyoal virus corona, virus hanya mampu bertahan selama 4 jam di permukaan tembaga. Ini jauh lebih cepat ketimbang pada permukaan kardus yang 24 jam, stainless steel 48 jam, dan plastik 72 jam.
“Hal ini menunjukkan bahwa efek contact killer tembaga masih cukup signifikan untuk virus SARS-CoV-2. Tapi tentu saja harus memodifikasi tekniknya untuk bisa diaplikasikan ke benda-benda yang kontak langsung dengan manusia, contohnya masker,” ujar Deni dalam webinar Riset Kimia dan Fisika LIPI Antisipasi Covid-19, Kamis (4/6/2020).
Perbedaan Masker Kain Biasa Vs Masker Berlapis Tembaga
Perlu diketahui, virus corona ini berdiameter 0,065-0,125 mikron. Penelitian efektivitas filter masker kain didasarkan pada mikroorganisme B. Atrophaeus yang berdiameter 0,9-1,25 mikron. Maka hasilnya selama ini masker kain satu lapis yang digunakan masyarakat umum untuk mencegah penularan COVID-19 memiliki kemampuan filter 69,42 persen dan yang dua lapis sebesar 70,66 persen. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan virus corona yang memiliki diameter 10 kali lipat lebih kecil dari bakteri B. Atrophaeus, maka kemampuan filter masker kain terhadap virus corona jauh lebih rendah.
Deni menilai tidak cukup hanya dengan ukuran pori yang kecil pada masker, tapi diperlukan juga lapisan aktif pada masker yang bersifat mematikan atau memutus virus dengan efektif. Maka dari itu, diperlukan inovasi pelapisan tembaga pada masker.
“Pelapisan tembaga bisa dilakukan dengan disisipi diantara kain masker, atau menutupi permukaan depan masker kain dengan lapisan tembaga,” kata dia.
Baca juga : WASPADA, BERMAIN HANDPHONE DI KRL BISA TERKENA COVID-19
Deni pun juga menjelaskan, timnya melakukan penelitian pada masker kain yang ada di pasaran dan hasilnya, masker kain biasa memiliki pori-pori berdiameter 100 mikron. Ketika dilapisi oleh tembaga, pori-pori tersebut menjadi lebih kecil, meski tetap dipastikan bahwa ada ruang untuk sirkulasi udara. Uji coba secara fisik juga dilakukan tim dengan mencuci masker pada suhu ekstrem 80-100 derajat celsius dan mendinginkannya. Hasilnya, kondisi air tetap jernih dan tingkat keasaman (pH) tetap normal di angka 7. Artinya tembaga pada masker tidak mudah rontok.
Meski demikian, terkait efektivitas lapisan tembaga merusak virus corona masih akan dilakukan penelitian lebih lanjut oleh pihak LIPI dengan melibatkan fasilitas biosafety level (BSL) 3. Tahap ini akan dilakukan dalam waktu dekat.
“Setelah mendapat assessment dari BSL 3 baru kami berani launching produknya,” katanya. Ia mengatakan, inovasi masker ini juga memiliki keunggulan lainnya yakni terbuat dari material yang aman, baik pada bahan kain maupun lapisan tembaganya. Lalu, metode pembuatannya sederhana sehingga bisa diproduksi lokal pada skala rumah tangga atau industri. Selain itu, masker ini juga ramah lingkungan karena dapat digunakan berkali-kali. (MA)
Sumber : Kompas.com