Letusan Gunung Tambora : Pompeii dari Timur

Apakah kalian masih ingat dengan cerita kota Pompeii yang menghilang selama 1.600 tahun? Ternyata hal tersebut juga terjadi di Indonesia bagian timur, yaitu di Tambora, Nusa Tenggara Barat. Peristiwa letusan Gunung Tambora pada tahun 1815, mengakibatkan kehidupan beberapa kerajaan terkubur dan terjadi tahun tanpa musim panas di dunia Barat.

Hal ini dibuktikan dengan digalinya tanah di Desa Oi Bura, Kecamatan Tambora, Kabupaten Bima. Tanah tersebut digali dengan kedalaman 3 meter dan berukuran 25 meter persegi, lalu muncullah jejak bekas rumah dari masa lalu itu. Temuan tersebut telah menguatkan bahwa pernah ada permukiman padat di lereng Tambora yang berketinggian sekitar 700 meter di atas permukaan laut.

Kisah tentang kerajaan di lereng Tambora telah disebutkan dalam sejumlah literatur lama, seperti dalam Bo’ Sangaji Kai. Telah disebutkan dalam buku pusaka Kerajaan Bima tersebut, terdapat tiga kerajaan yang bernama Pekat, Sanggar, dan Tambora, sebelum akhirnya hilang akibat letusan Gunung Tambora.

Baca juga : PANDUAN SHALAT IDUL ADHA DALAM SITUASI PANDEMI COVID-19

Sayang seribu sayang, cerita tentang kehidupan tersebut yang terkubur hampir 200 tahun lamanya ini dibiarkan hanya dalam kertas. Lereng gunung tersebut kini hanya menjadi daya tarik bagi perusahaan kayu PT Veneer Products Indonesia yang tergiur dengan hutan hujan yang kaya pohon klanggo (Duabanga moluccana).

Pada saat itu, para pekerja PT Veneer menemukan harta berupa barang peceh becah, koin, hingga perhiasan emas dan perak dari dalam tanah. Kemudian warga sekitar yang mendengar hal tersebut bergegas dan menemukan tembikar, pecahan keramik, perhiasan, permata dan benda lainnya. Bahkan, ada warga yang menemukan kerangka manusia.

Lalu Haraldur Sigurdsson, ahli gunung berapi dari Universitas Rhode Island, Amerika Serikat, terpukau dengan artefak temuan warga saat ia berkunjung ke Tambora pada 1986. Pada tahun 2004, dia kembali ke Tambora dan mengajak peneliti Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Igan Sutawijaya, untuk memulai penggalian.

Dari penggalian tersebut ditemukan adanya balok kayu bekas rumah, tembikar, keramik, peralatan rumah tangga, gabah, dan kopi yang nyaris hangus, serta dua kerangka manusia. Satu kerangka ditemukan dalam posisi tertelunkup (terjatuh).

Temuan tersebut telah mengguncang dunia arkeologi. Jejak kehidupan yang terkubur akibat letusan gunung ini sudah terbukti adanya. Kemudian ia mengatakan bahwa Tambora bisa menjadi “Pompeii dari Timur” atau Pompeii of the East Discovered. Sayangnya, Sigurdsson telah membawa sebagian artefak temuannya ke luar negeri dengan alasan untuk penelitian lebih lanjut dan kemudian menimbulkan kontroversi. Kali ini pemerintah Indonesia sudah kecolongan.

Hingga akhirnya, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) bekerja sama dengan Museum Geologi untuk melalukan penggalian di Tambora pada Mei 2006. Lalu, Balai Arkeologi Bali yang berada di bawah Puslit Arkenas mulai menggali di kawasan itu sejak 2008. Akan tetapi, prosesnya berlangsung lambat dikarenakan keterbatasan anggaran. Sebab, setiap tahunnya bidang yang digali hanya satu kotak dengan ukuran 25 meter persegi. Hasil dari pemggalian tersebut menemukan adanya biji kopi, padi, kemiri, hingga berbagai barang kerajinan dan bisa jadi celah untuk mendalami kehidupan masyarakat masa lalu. (MA) 

Sumber :  Ekspedisi Cincin Api (Kompas.com)