“Kota Pompeii” di Indonesia

Kota Pompeii adalah kota yang dekat dengan kota Napoli dan sekarang berada di wilayah Campania, Italia ini dulunya dikenal sebagai kota para pendosa. Kota Pompeii juga memiliki sejarah bencana alam yang sangat pilu dan sampai sekarang masih diingat.

Kalau melihat sejarah dari kota tersebut, lalu berpikir ‘apakah di negara kita ada yang seperti kota Pompeii?’. Mungkin kalian akan menjawab tidak mungkin ada. Nyatanya ada lho Disasterizen, yaitu bernama Legetang. Yuk baca terus, SiagaBencana.com akan menceritakannya untuk kamu!

Baca juga : INGAT, SUHU PANAS BISA MENYEBABKAN SERANGAN JANTUNG

Berkenalan Dengan Legetang

Desa Legetang berada di kawasan lembah Dieng, Jawa Tengah. Masyarakat Legetang sebagian besar adalah seorang petani. Masyarakat Legetang ini hubungan dengan alamnya terjalin dalam sebuah kebudayaan, salah satunya adalah tarian. Tarian yang masih dilestarikan oleh masyarakat Legetang adalah ronggeng atau lengger. Nah, tarian lengger ini sebagai wujud syukur terhadap hasil panen sekaligus penghormatan kepada Dewi Sri.

Tapi sayangnya Disasterizen, tarian ini mengandung sensual. Para lelaki ikut menari dan mengiringi seorang lengger yang menari dengan sensual. Gerakan tariannya berbau erotis dan jauh berbeda dari tarian Jawa yang lembah lembut dan penuh kesopanan. Padahal dalam Bausastra Jawa-Indonesia (S. Prawiroatmojo) yang diterbitkan Tahun 1957, disebutkan bahwa asal muasal lengger justru memang ditarikan oleh penari pria bukan oleh para penari wanita seperti sekarang ini. Walaupun demikian komunitas kecil lengger lanang di Banyumas masih tetap ada.

Selain itu, Desa Legetang ini juga memiliki citra yang buruk. Masyarakat disana dikenal dengan ahli maksiat, perjudian merajalela, begitupun juga dengan minum-minuman kerasnya. Beragam kemaksiatan lain sudah parah sekali pada desa ini.

Desa Hilang Dalam Semalam

Suatu malam pada 16 April 1955, turun hujan yang amat lebat pada Desa Legetang. Tapi, masyarakat setempat masih saja tenggelam dalam kemaksiatan saat itu. Hingga akhirnya hujan reda pada tengah malam (17 April 1955) dan tiba-tiba terdengar suara keras seperti bom besar dijatuhkan disana sampai desa-desa tetangga Legetang mendengarnya.

Ternyata suara tersebut adalah bongkahan tanah berukuran raksasa longsor dan berpindah ke lembah dimana Desa Legetang berada. Sampai akhirnya desa tersebut hilang tertimpa bongkahan tanah Gunung Pengamun-amun. Sebenarnya potongan puncak gunung Pengamun-amun beberapa minggu sebelumnya telah terlihat retakannya.

Ada sebanyak 332 orang dari Desa Legetang dan 19 orang dari desa tetangga yang sedang berkunjung ke Desa Legetang tertimbun. Yang masih menjadi misteri hingga saat ini adalah kenapa kawasan antara kaki gunung dan perbatasan Dusun Legetang yang jaraknya beberapa ratus meter saja tidak ikut tertimbun. Tapi sampai saat ini masih belum ada penjelasan secara ilmiah yang bisa menjelaskan kejadian tersebut.  (MA)

Sumber : www.nahimunkar.org

Sumber : Kompas