Kita Harus Belajar Dari Bencana Palu-Donggala

28 September 2019 nanti hari peringatan satu tahunnya gempa tsunami Palu dan Donggala. Kita tidak boleh menutup mata dengan kejadian yang menyapu bersih wilayah tersebut. Bukan hanya gempa dan tsunami saja Disasterizen! Likuifaksi pun juga turut serta bersama dengan gempa dan tsunami. Lengkap memang bencana yang dialami oleh masyarakat Palu dan Donggala.

Kamu perlu tahu kalau gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah ini berulang lho. Menurut Ahli Tsunami, Gegar Prasetya dalam kajiannya ‘The Makassar Strait Tsunamigenic Region, Indonesia’ (jurnal Natural Hazard, 2001), tsunami terjadi di Selat Makassar dan Teluk Palu pada tahun 1820-1882 silam.

Baca juga : MENGUNGKAP CERITA DI BALIK NAMA KOTA PALU

Sudah sejak 1927 hingga 2001 ada enam kali tsunami di Palu, ditambah dengan kejadian tsunami 2018 silam. Total tsunami di wilayah tersebut adalah 19 kali pada 1820-2018 atau terbanyak di Indonesia. Semua kejadian tsunami ini bersumber dari gempa di patahan Palu-Koro, zona subduksi di utara Sulawesi, dan jalur sesar lokal di sekitar Selat Makassar. Sesar Palu-Koro ini menjadi sumber gempa paling aktif yang berdampak tsunami.

Ada lagi nih Disasterizen, sudah sejak 1990-an patahan dari Palu-Koro ini menimbulkan tiga tsunami. Yang mana terjadi pada 1 Desember 1927 terjadi di Teluk Palu, 14 Agustus 1968 di Teluk Palu, dan 1 Januari 1996 di Simuntu-Pangalaseang. Nah, keberulangan gempa dan tsunami di Palu ini terekam dalam budaya mereka Sobat Disasterizen. Masyarakat Palu di masa lalu memiliki istilah linu untuk gempa dan bombatalu untuk tsunami. Selain itu juga ada nalodo, yang memiliki arti lenyap ditelan lumpur (likuifaksi).   

Baca juga : NAMA DAERAH YANG BERKAITAN DENGAN KEJADIAN SESUNGGUHNYA

Masyarakat Kaili dan suku-suku lain di Palu, Donggala, dan Sigi ini menghindari bermukim di pesisir atau di lembah yang rentan likuifaksi, Mereka ini malah bermukim di punggung bukit dengan struktur batuan lebih keras.

Namun, tampaknya pengetahuan tradisional dan kajian ilmiah yang menyebut kerentanan di wilayah tersebut tidak tersampaikan ke publik. Sehingga mayoritas masyarakat di Kota Palu tidak sadar, kalau area pesisir ini rentan tsunami. Makanya perlu adanya pengetahuan tentang evakuasi diri sejak dini nih, agar masyarakat bisa mengetahui bagaimana cara menyelamatkan diri. Kearifan lokal yang berbasis kesiapsiagaan bencana ini juga harus terus dilestarikan ke generasi berikutnya. Jangan malah hanya dihiraukan saja, ya! (MA)

Baca juga : EKSPEDISI GEMPABUMI PURBA

Sumber : Kompas