Kisah Lumatan Tsunami Di Tiga Negeri

Gempabumi di Ambon pada Kamis (26/9), bukanlah menjadi satu-satunya gempa yang terjadi. Tapi Ambon juga pernah terjadi gempabumi dan tsunami yang menewaskan ribuan orang. Meskipun catatan sejarah dan dokumentasi sangat minim, ada beberapa masyarakat setempat yang menjadi saksi dan berhasil selamat dari bencana tersebut menceritakan dalam buku ‘Air Turun Di Tiga Negeri’. Berikut ini SiagaBencana.com ulas hanya untuk kamu seorang!

Jadi gempabumi dan tsunami menerjang tiga desa di Ambon 1950 lalu. Desa-desa ini bernama Hutumuri, Hative Kecil, dan Galala. Gelombang besar yang datang ke desa mereka mebabat abis semua tak tersisa. Seperti ini kesaksian dari masyarakat setempat…..

Desa Hutumuri

  • Johanes Lilipory

Nama saya Johanes Lilipory, biasa dipanggil Pak Johanes. Saya lahir di Hutumuri tanggal 18 Juli 1947. Waktu itu memang masih musim perang antara RMS dengan TNI. Satu minggu sebelum kejadian air turun naik, seperti ada tanda-tanda bahwa ada kapal mau masuk ke daerah sini, jadi kita sudah mengungsi ke gunung. Negeri ini sudah kosong. Waktu tanggal 8 Oktober itu, kami beribadah di gereja, setelah keluar dari gereja saya merasakan gempa. Hari Minggu, keluar gereja sekitar jam 1 siang. Waktu itu gempanya kencang, saya sampai miring-miring berdirinya. Saya waktu itu tinggal di negeri ini di daerah belakang. Saya takut dan lari ke gunung. Saya lari lewat belakang SMA dan naik ke atas. Waktu saya lari, gempanya kencang dan sampai terjadi itu tsunami. Setelah gempa langsung air surut dan airnya langsung datang kembali. Dia kering dulu, baru datang tiga ombak besar. Air tsunami ini datangnya dari arah tenggara. Di negeri ini, ada tiga jalan, satu jalan putus. Satu jalan terendam air. Rumah-rumahnya habis hanyut ke laut, hanyut ke arah timur. Puing-puing, kayu-kayu dan ikan-ikan juga banyak terdampar di rumah ini. Rumah saya ini, yang sudah dari semen, terbongkar dan airnya sampai loteng. Rumah yang di depan sana, tempat yang kena itu belum beton, rumah itu hanyut tersangkut di rumah ini. Menurut Bapak Lewaherilla, dia melihat tiga ombak datang dari timur itu, dari Jazirah Leitimur dia berbelok ke Galala. Ada juga Opa Rapon, dia waktu itu juga sedang membuat bubu, waktu itu gempa dia lihat ke laut seperti ada kapal besar sekali. Untuk mengingat kejadian ini saya merasa ada yang kurang, saya ingin buat peringatan seperti di gereja atau di pemerintah.

Bapak Johanes ini adalah salah satu saksi yang selamat dari peristiwa gempa dan tsunami Ambon 1950. Masyarakat Desa Hutumuri ini merasakan gempa yang sangat kuat beberapa kali pada hari Minggu, 8 Oktober 1950, siang hari setelah selesai dari gereja. Selain itu, mereka juga mendengar suara bunyi gemuruh yang cukup keras.

Bunyi gemuruh ini ternyata adalah gelombang besar yang menghantam dan menyapu bersih desa mereka. Ada tiga gelombang datang, gelombang pertama kecil, yang kedua sedikit besar, dan ketiga ini besar sekali. Para saksi dari peristiwa tersebut menyatakan gelombang sangat kuat dan menghancurkan rumah-rumah di Hutumuri kecuali gereja. Tinggi gelombang diperkirakan sekitar 2-3 m.

Para saksi menyatakan gelombang sangat kuat dan menghancurkan rumah-rumah di Hutumuri kecuali gereja. Tinggi gelombang diperkirakan sekitar 2-3 m. Situasi ini menyebabkan penduduk sudah membuat rumah sementara di gunung atau di atas bukit di sekitar negeri.

Baca juga : CATATAN KELAM LETUSAN GUNUNG VESUVIUS

Desa Hative Kecil dan Galala

  • Fransina Breemer

Saya Fransina Bremeer, umur saya 76 tahun. Waktu itu saya berumur 11 tahun. Ketika itu baru keluar gereja, sekitar jam 11 waktunya. Saya dengar gempa, gempa itu tiga kali dan bunyi gemuruh dari laut guntur itu suaranya…,”Wuuuuu”. Waktu airnya naik, saya masih di dalam rumah. Lalu papa dan mama saya bilang, “Lari!”. Sambil lari saya masih lihat-lihat dulu, air masih naik terus. Saya lari sampai di kuburan di Galala situ. Lalu dari situ saya lihat air laut yang bergelombang di Galala. Tiga gelombang itu airnya. Kami tinggal di situ sampai air tenang dan waktu air surut. Air turun pelan-pelan dan menyisakan bangunan yang rata dengan tanah. Waktu itu saya kan masih 11 tahun, jadi papa sama mama saya tidak membolehkan saya untuk lihat turun. Saya turun setelah papa dan mama turun, itu masih belum terlalu sore. Lalu setelah turun kami pulang ke rumah, ada orang tua yaitu Mama Dana yang tersangkut di pohon, kami anak-anak pergi lihat Mama Dana yang tersangkut di pohon itu. Ada juga Bapa Tyas Joseph yang terombangambing di laut waktu itu. Tapi keduanya selamat. Juga ada kapal besi terangkat ke pantai. Rumah kami dan dua rumah lain juga hancur, tidak ada barang lagi tersisa. Itu rumah yang depan hancur habis, rumah yang satu lagi di belakang hancur juga tapi masih bisa.

Sama seperti masyarakat Hutumuri rasakan saat itu, gempa terjadi di siang hari dan ada tiga gelombang yang datang. Tsunami yang menerjang Desa Havite Kecil dan Galala ini menghanyutkan kapal besi seperti yang dikatakan salah satu saksi, Fransina. Kapal besi itu adalah kapal Albaratos.

Yang membedakannya masyarakat Hative Kecil dan Galala dengan Hutumuri adalah kalau masyarakat Hutumuri sebagian masyarakatnya sudah mengungsi, karena pertempuran antara TNI dan RMS. Sedangkan menurut sebagian besar saksi di Hative Kecil dan Galala pada saat terjadi gelombang air laut, masih berada di desa. Mereka mendengar masyarakat berteriak bahwa terjadi air turun-naik. Lalu mereka berlari naik ke bukit, dan berdiam di bukit sampai air reda. Mereka menyaksikan dari atas bukit, air merendami sepanjang pantai Galala dan Hative Kecil.

Nah seperti itulah kejadian masyarakat Desa Hutumuri, Hative Kecil, dan Galala alami saat terjadinya gempabumi dan tsunami di Ambon tahun 1950 silam. Mengerikan ya Sobat Disasterizen! Semoga ini bisa menjadi pelajaran untuk kita semua bahwa betapa pentingnya mengetahui dan sadar akan bencana. (MA)

Sumber : Buku Air Turun Di Tiga Negeri (UNESCO)