KATANA : Penekan Laju Penyebaran COVID-19

Pandemi COVID-19 saat ini masih terus menghantui beberapa negara di dunia, bahkan Indonesia sendiri. Tidak hanya pandemi, beberapa ancaman bencana yang tidak bisa diprediksi kapan dan dimana datangnya pun juga masih terus menghantui. Oleh sebab itu, perlu adanya kesadaran dan pengetahuan dari masyarakat tentang bencana serta pengurangan risiko bencana yang bisa menimbulkan korban ketika terjadi bencana.

Dra. Eny Supartini, MM, Direktur Kesiapsiagaan BNPB dalam webinar Bincang Keluarga Inklusif (Bingkai) “Menuju Katana dengan 3M” pada Rabu (14/10), mengatakan dalam pelaksanaan penanggulangan bencana tidak dapat dilakukan hanya oleh pemerintah saja, melainkan membutuhkan mitra baik itu dari komunitas, akademisi, lembaga usaha, dan media.

Eny Supartini, menambahkan program KATANA (Keluarga Tangguh Bencana) yang dikeluarkan oleh BNPB telah memperkuat kapasitas keluarga, terutama di masa pandemi COVID-19. Hal ini disebabkan peranan keluarga sangat penting dalam menekan laju penyebaran COVID-19.

Perlu diketahui, KATANA adalah program dimana keluarga harus memiliki pengetahuan tentang ancaman dan risiko bencana, cara menghindari dan mencegahnya, serta keluarga harus sadar bahwa mereka tinggal di wilayah rawan bencana dan harus selalu siap siaga. Peran keluarga berperan aktif dalam segala aspek, misalnya saja seperti moral, kontrol sosial, agen perubahan, serta jejaring untuk menginisasi issu aktual yang berada dalam anggota keluarga dan lain sebagainya.

Sedangkan, penggerak pendidikan inklusif Dr. Triworo Parnoningrum, M.Pd. memaparkan bagaimana strategi berdamai dengan COVID-19 dengan menggerakkan KATANA melalui 3M (menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak) pada warga sekolah.

Menurutnya segala bentuk aktivitas kehidupan harus tetap berjalan di masa pandemi COVID-19 ini, diantaranya bidang pendidikan. Salah satunya berdamai dengan menerapkan kedisiplinan 3M. Hal ini supaya keberadaan COVID-19 tidak menjadi penghalang dalam melakukan aktivitas kehidupan lainnya.

“Sekolah harus mampu menjadi penggerak dan tauladan 3M bagi warga sekolah dan menjadi keluarga tangguh di kelaurganya masing-masing,” tutur Triworo.

Bukan hanya dengan 3M, tapi ada skenario terburuk dalam manajemen sekolah yaitu memperiapkan SOP sekolah dengan pola tatanan baru, misalnya saja seperti smart inclusive school, serta ekosistem sekolah berbasis digitalinclusivenaturally.

Sekolah juda dapat membuat kebijakan dalam pengurangan risiko penularan COVID-19, seperti:

  • Sekolah membentuk Satuan Petugas COVID-19 dengan pedoman pelaksanaan tugas masing-masing Satgas COVID-19 di sekolah.
  • Sekolah merumuskan dan menerbitkan pedoman dalam beraktivitas di masa pandemi.
  • Sekolah merancang kebutuhan apa saja yang diperlukan di masa pandemi ini. Pengadaan sarana dan prasarana pendukung yang diperlukan seperti tempat cuci tangan, hand sanitizer, dan APD yang diperlukan segera disiapkan. Hal ini selaras dengan himbauan dari WHO dan pemerintah tentang pencegahan COVID-19.
  • Sosialisasi pedoman peraturan protokol kesehatan secara daring kepada semua guru, karyawan, siswa dan orang tua. Tujuannnya untuk membuat kesepahaman bersama dengan seluruh warga sekolah.
  • Monitoring dan evaluasi, pelaksanaan tugas Satgas COVID-19 di sekolah setiap bulan.

Sementara itu, untuk penerapan berdamai dengan COVID-19, sekolah dapat melakukan sosialisasi tentang dampak COVID-19 dan solusi pencegahan serta memutus mata rantai penularan dengan disiplin 3M. Tidak sampai di situ, sekolah juga harus menerapkan disiplin protokol kesehatan pada seluruh tamu atau warga sekolah di gerbang sekolah, seperti pengukuran suhu, wajib masker maupun face shield, cuci tangan atau gunakan hand sanitizer.

Betapa pentingnya menjaga kesehatan dan lingkungan untuk menurunkan kurva pasien terinfeksi COVID-19. Yuk lakukan gerakan mencuci tangan, menggunakan masker, dan menjaga jarak! Semoga bumi kembali pulih! (MA)