sistem peringatan dini tsunami

Jadi, Sistem Peringatan Dini Tsunami Milik Siapa?

“Jauh sebelum kejadian tsunami 2004 yang terjadi di Aceh, sudah banyak yang meneliti tsunami di dunia, termasuk Indonesia. Penelitian tersebut nantinya menghasilkan tsunami modelling untuk sistem peringatan dini tsunami,” kata Iriana Rafliana dalam webinar Ngopi PB 2.0, Rabu (22/02/23). 

Membahas lebih lanjut sistem peringatan dini tsunami di Indonesia pada Rabu kemarin, Ngopi PB 2.0 yang diadakan secara daring membahas “Sistem Peringatan Dini Tsunami indonesia : Milik Siapa?” diselenggarakan oleh Pujiono Centre, BNPB, MPBI, CARI, TDMRC, dan PREDIKT. 

Di kesempatan webinar tersebut turut mengundang narasumber Irina Rafliana (PhD Researcher IDOS University Bonn, BRIN), Patra Rina Dewi (KOGAMI) dan Zulham Sugitu (BMKG Stasiun Geofisika Aceh) sebagai penanggap, serta Hilman Arioaji (U-Inspire Indonesia) sebagai narasumber pada sesi Ignite Stage. 

Irina memaparkan bahwa tsunami-tsunami yang terjadi jauh sebelum tahun 2004 memberikan banyak dampak merusak dan korban jiwa. Tetapi tidak hanya itu, ada dampak positif yang terjadi, yaitu pada ilmu pengetahuan yang kian melesat perkembangannya baik di global maupun Indonesia. 

Salah satunya tsunami yang terjadi di Lisbon pada 1755 yang memengaruhi berbagai wilayah di Eropa dan membangun sains tsunami, yang mana nantinya untuk pembelajaran di kemudian hari. Sejak saat itu, sudah banyak sains tsunami yang dilakukan oleh ilmuwan dunia untuk sebagai pembelajaran.

Di Indonesia sendiri, tsunami Flores 1992 adalah titik awal sains tsunami berkembang. Pada saat itu, sejumlah peneliti di Indonesia ikut dalam ekspedisi tsunami Flores bersama International Tsunami Survey Team. Gegar Prasetya adalah salah satu ilmuwan tsunami pertama di Indonesia. 

Namun sayangnya, jurnal-jurnalnya tidak terbit karena tidak ada kejelasan terkait alokasi dana dari pemerintah Indonesia saat itu. Pada saat itu, peneliti-peneliti Indonesia mengeluarkan dana pribadinya untuk melakukan penelitian tsunami, jadi hanya sebatas hobi yang senang dengan topik tsunami. 

Kemudian, Irina menjelaskan lebih lanjut setelah kejadian tsunami Aceh 2004 tersebut muncullah ilmuwan tsunami lainnya. Salah satu ilmuwan yang mempelajari tsunami mengembangkan tsunami modelling untuk sistem peringatan dini tsunami di Indonesia. Di tahun 2005 muncullah ilmuwan Indonesia sebagai penulis pertama di jurnal global. 

Sebagai sebuah kesimpulan, sains tsunami di Indonesia memiliki sejarah pendek dan dependen terhadap negara-negara luar yang memimpin di bidang ini. 

Sejarah InaTEWS

Kejadian yang terjadi di tahun 2004 lalu menimbulkan banyak dampak, yaitu upaya rehabilitasi rekonstruksi, dan merevisi defenisi ulang bencana. Sedangkan bagi sains tsunami sendiri hal tersebut sebagai titik balik yang sangat penting. 

Sebagai tambahan informasi, akibat tsunami 2004 silam penduduk Jerman yang terekspos yang menjadi korban kurang lebih  800 jiwa meninggal dunia. Angka tersebut adalah angka yang sangat signifikan untuk negara Jerman, karena angka kematian tertinggi setelah perang dunia ke dua. 

Maka dari itu, Jerman mendonasikan 600 juta euro untuk bantuan bagi negara-negara di Samudra Hindia dan 10% dari 600 juta tersebut digunakan untuk pembangunan sistem peringatan dini tsunami di Samudra Hindia. 

Irina mengatakan, pada saat itu Prof. Jan Sopaheluwakan sempat mempresentasikan sistem peringatan dini tsunami di Indonesia pada pertemuan workshop di Cina pada Januari 2005. Rupanya, gambar sistem peringatan dini tsunami dalam proyek German-Indonesia Tsunami Warning System pada Maret 2005 seperti ada proses adopsi dari gagasan Prof. Jan Sopaheluwakan. Seperti yang diketahui, dalam proyek German-Indonesia Tsunami Warning System adalah proyek yang dibangun khusus untuk membangun InaTEWS. 

Ada lima konsep InaTEWS sistem peringatan dini tsunami Indonesia, yakni earthquake monitoring, sea-level monitoring, tsunami modeling, decision support system, dan warning dissemination

Dalam sejarahnya, InaTEWS adalah teknologi atau artefak sosial, dibangun oleh dominasi sains dan ilmuwan di luar Indonesia. Dimensi sosial dari teknologi luput dalam pertimbangan desainnya. Dimensi sosisal diasosiasikan semata dengan “pendidikan publik dan kesiapsiagaan”.

Baca juga : TIPS CARA MEMBUANG MINYAK GORENG DENGAN BAIK DAN BENAR

InaTEWS Milik Siapa? 

Dalam key performance indicator (KPI) BMKG, keberhasilan peringatan dini itu adalah BMKG mengeluarkan peringatan tsunami 5 menit setelah gempa terjadi. Namun, hal ini tidak bisa dikatakan berhasil jika tsunami terjadi bukan karena gempa. Maka dari itu, perlu adanya peninjauan kembali KPI InaTEWS, yaitu bukan lagi pemberitahuan terbit dalam lima menit, tapi jumlah jiwa yang selamat dan jumlah jiwa yang melakukan evakuasi dengan efektif, sesuai dengan konteks dan karakteristik lokal. 

“InaTEWS bukan semata-mata lagi milik BMKG, BRIN, BNPB, atau seterusnya. Jadi indikator keberhasilan dari InaTEWS adalah jumlah jiwa yang selamat dan mampu evakuasi dengan efektif, maka InaTEWS menjadi tanggung jawab kolektif semua pihak,” kata Irina. 

Patra menanggapi, InaTEWS sangat penting, tetapi masyarakat sebenarnya membutuhkan informasi kapan mereka harus evakuasi dan seberapa lama mereka punya waktu untuk tetap aman. Sehingga edukasi kepada masyarakat menjadi penting, sehingga tidak perlu menunggu informasi dari sistem peringatan dini tsunami untuk melakukan evakuasi. 

Zulham turut menanggapi, setelah kejadian tsunami 2004 di Banda Aceh masing-masing memiliki tiga titik InaTEWS. Sayangnya, InaTEWS ini masih belum terlalu familiar di masyarakat dan seiringnya waktu mulai ada sosialisasi yang dilakukan. Tetapi sampai saat ini masih banyak hambatan untuk tersampaikan ke masyarakat, bahkan sampai ke level terbawah. Sehingga dengan adanya sinergitas pemerintah menjadi visi misi BMKG demi terwujudnya zero victim

Pada sesi Ignite Stage, Hilman menceritakan tentang hal penting tentang membangun sistem peringatan dini berbasis masyarakat. Ia melakukan wawancara kepada beberapa anak muda yang tidak terpapar pada ilmu kebumian terkait InaTEWS. Namun, anak muda tersebut hanya sedikit yang terlibat dalam pengurangan risiko bencana dan memilih menjadi relawan saat masa tanggap darurat. 

Hal ini dikarenakan sulitnya mendapatkan data yang akurat. Sebenarnya BNPB memiliki data yang lengkap, tapi tidak mudah dipahami oleh semua kalangan. Berawal dari hal tersebut, U-Inspire membuat kumpulan-kumpulan data secara lokal yang dikumpulkan sendiri oleh anak-anak muda dengan alat sederhana dan menghasilkan data yang akurat. 

Jadi, sistem peringatan dini ini milik siapa? Tulis pendapatmu di kolom komentar ya!

Bagi yang ingin menonton kembali sesi Ngopi PB Rabu, 22 Februari 2023, bisa mengakses di Facebook Pujiono Center  

Kira-kira apa lagi ya pembahasan minggu depan? Penasaran bukan? Ikuti kegiatan Ngopi PB dilaksanakan setiap Rabu malam jam 19.00 – 20.30 WIB dan daftar melalui  (MA)