Tim Pengabdian Masyarakat Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar Pelatihan Mitigasi Gempa dan Tsunami berbasis sains dan seni di SMAN 1 Panggarangan selama 10 hari pada tanggal 28 Juni sampai 7 Juli 2022. ITB dan SMA 1 Panggarangan bekerja bersama Gugus Mitigasi Lebak Selatan (GMLS), U-INSPIRE Indonesia1 , Badan Riset dan Inovasi Nasional2 (BRIN), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Kodam III/ Siliwangi, Korem 064/ Maulana Yusuf, Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI), Palang Merah Indonesia (PMI) Kecamatan Bayah, dan Dompet Dhuafa. “Kegiatan pengabdian masyarakat ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari hasil riset kami mengenai potensi gempa dan tsunami di Lebak Selatan,” ujar Dr. Endra Gunawan, ketua tim dari jurusan Teknik Geofisika ITB.
Kabupaten Lebak bagian selatan merupakan kawasan pesisir yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia. Kawasan pesisir ini mencakup 14 desa dan 93 sekolah yang berada pada zona merah risiko gempa dan tsunami berdasarkan kajian ilmiah dari ITB, BRIN, BMKG, dan BNPB.
Zona merah tersebut diartikulasikan sebagai daerah yang memiliki potensi gempa megathrust selatan Jawa yang dapat memicu tsunami setinggi 20 meter apabila kekuatan gempa tersebut berada pada kisaran magnitudo 8.7 – 9. Komunitas lokal di Desa Panggarangan – Gugus Mitigasi Lebak Selatan (GMLS) dan SMA 1 Panggarangan yang termasuk ke dalam zona merah, merespon hasil kajian tersebut dengan menginisiasi penguatan kapasitas kesiapsiagaan bencana dengan pendampingan dari Institut Teknologi Bandung.
Hal inilah yang menjadi alasan utama GMLS dan SMA ini menjadi pilot project peningkatan kapasitas sekolah dalam upaya Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di pesisir selatan Lebak. Kepala SMAN 1 Panggarangan Muhammad Nur mengatakan, “Saya sangat mendukung kegiatan ini. Ke depan, akan kami integrasikan pengetahuan mengenai kebencanaan ini bukan hanya untuk kegiatan ekstrakurikuler, namun juga ke dalam kurikulum.”
Rangkaian kegiatan pengabdian masyarakat ini meliputi pendampingan penguatan kapasitas SMAN 1 Panggarangan dan komunitas masyarakat GMLS dalam upaya mitigasi gempa dan tsunami dari Sesar Cimandiri dan Megathrust Selatan Jawa. Secara rinci rangkaian kegiatan Pengabdian Masyarakat ITB ini mencakup kegiatan pelatihan dan edukasi gempa dan tsunami, pengembangan SOP kedaruratan gempa dan tsunami tingkat sekolah, latihan simulasi evakuasi dan tanggap darurat tsunami, serta pengembangan materi edukasi partisipatif dengan siswa dan guru SMA berbasiskan sains, seni, dan kearifan lokal.
Kegiatan ini melibatkan 30 siswa dari perwakilan OSIS, PMR, Paskibra, dan 12 orang guru yang berpartisipasi mengikuti seluruh rangkaian kegiatan dan menjadi bagian dari tim gugus mitigasi sekolah. Sedangkan tim Pengabdian Masyarakat ITB sendiri memberangkatkan dosen dan mahasiswa sebagai pemateri sekaligus fasilitator kegiatan. Ikhtiar kolaboratif ini mencakup 15 materi, dimulai dari pengenalan ITB untuk memotivasi para siswa melanjutkan pendidikan tinggi, pengetahuan proses alam gempa bumi dan tsunami, kesiapsiagaan bencana, tradisi lisan dan kearifan lokal “Caah Laut” Lebak selatan, pengantar
Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB), pengantar karya seni dan desain visual, school watching: identifikasi kerentanan dan kapasitas sekolah, pembentukan dan pembagian tugas tim gugus mitigasi bencana sekolah, penyusunan SOP, Table Top Simulation (TTS), pelatihan dasar pertolongan pertama, latihan evakuasi gempa dan tsunami, gladi posko kedaruratan, serta pembuatan karya edukasi partisipatif dan inovatif berbasis sains, seni dan kearifan lokal. “Kegiatan ini seru sekali karena sangat interaktif, banyak hal baru yang saya pelajari, khususnya saya pertama kali mengetahui jalur evakuasi dan melakukan simulasi evakuasi tsunami,” ungkap Lisnawati, salah satu siswi peserta pelatihan. “Karena banyaknya sekolah di kawasan pesisir Lebak selatan, mendesak untuk membuat materi edukasi kreatif yang bisa bertahan lama dan mudah untuk diturunkan ke angkatan-angkatan setelahnya.
Sehingga, meskipun siswa berganti karena lulus, pengetahuan mitigasinya tetap bertahan dan bermanfaat untuk warga sekolah,” ujar Ardhana Riswarie, ketua tim dari Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB. Adapun produk yang dihasilkan dan dapat direplikasi untuk sekolah dan masyarakat lainnya di Lebak Selatan yaitu materi edukasi kreatif berupa buku berjudul “Edukasi Siaga Caah Laut” dalam bentuk visual jurnal, SOP, buku saku, karya seni berjudul “Mitigarium” yang berarti wadah yang berkaitan dengan mitigasi bencana, serta penampilan berbahasa Sunda Banten berupa narasi, lagu, dan tari “Caah Laut” hasil karya kolaboratif siswa-siswi SMAN 1 Panggarangan.
“Yang juga penting untuk diperhatikan adalah komitmen dari komunitas dan mitra pendukung untuk terus meningkatkan kapasitas mereka terkait kesiapsiagaan tsunami. Harapannya dengan 1 model sekolah dan 1 model desa dengan pengembangan materi edukasi kreatif berbasis sains geofisika dan seni, bisa jadi pegangan dan panduan untuk 92 sekolah dan 14 desa lainnya di Lebak selatan.” Rahma Hanifa dari BRIN mengungkapkan gagasannya terkait komitmen jangka panjang yang tidak selesai hanya pada Program Pengabdian Masyarakat ini.
“Kami akan meneruskan upaya ini dengan mengikatnya pada kebijakan sekolah serta membentuk ekstrakurikuler khusus mitigasi bencana. Ini sangat penting karena kami berada di zona merah, dan keselamatan siswa sangat penting”, pungkas Ibu Lilis Agustina, Wakil Kepala Sekolah Bidang Hubungan Masyarakat sekaligus Ketua Tim Gugus Mitigasi Bencana SMAN 1 Panggarangan. Kegiatan ini juga dilakukan dalam kerangka penguatan 12 indikator Tsunami Ready yang disusun oleh The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) – The Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC) atau UNESCO-IOC, dengan BMKG sebagai focal point di Indonesia. Desa Panggarangan merupakan salah satu dari 7 desa di wilayah berisiko tinggi tsunami Indonesia yang sedang dalam tahap proses verifikasi pengakuan Tsunami Ready oleh UNESCO-IOC.