Mengenai berita yang mengejutkan di pantai Selatan Jawa tentang genpabumi yang berkekuatan M 8.0 dan tsunami sebesar 20 meter, BMKG sudah mengeluarkan pernyataan agar masyarakat tetap tenang dan tidak terpancing isu tersebut. Di sisi lain, LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) melakukan pelacakan jejak tsunami masa lalu di pantai Selatan Jawa yang dilakukan oleh Eko Yulianto bersama dengan timnya.
Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi, LIPI, Eko Yulianto bersama dengan timnya, melacak keberadaan tsunami pada masa lalu melalui kisah-kisah dongeng dan mitos. Eko menggunakan metode yang dikenal sebagai geomitologi dengan keyakinan bahwa mitos bisa menyimpan informasi tentang suatu peristiwa pada masa lalu.
“Prinsip yang digunakan adalah Bumi mempunyai siklus untuk peristiwa-peristiwa yang ada di dalamnya, apakah itu letusan gunung api, tsunami, banjir, gempa, dan sebagainya.” ujar Eko Yulianto, Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi, LIPI, dalam seminar ‘The Untold Story of Java Southern Sea’ di kantor LIPI, Jakarta Selatan, Kamis (25/07).
Baca juga : RITUAL MESSALU LEMBANG DALAM KEBENCANAAN
Eko pun menjelaskan kalau mitos Nyi Roro Kidul diyakini adalah arti yang bukan sebenarnya terjadi, melainkan pantai Selatan Jawa pernah terjadi gelombang besar atau tsunami, yang mana saat ini tengah heboh.
Eko melanjutkan, “Tetapi untuk kebutuhan politik dari Panembahan Senopati yang ingin menjadi raja baru sedangkan dia bukan keturunan langsung raja, maka perlu dikemas dalam bentuk mitos turun menurun yang kini dikenal dengan cerita Nyi Roro Kidul. Karena pada dasarnya manusia itu yang menciptakan mitos. Selama ini keberadaan mitos yang ada di sekililing kita sudah sangat kuat di masyarakat, hanya saja masyarakat belum paham pesan yang ada di baliknya”.
Setelah Eko bersama timnya menguak dibalik mitos Nyi Roro Kidul ini, ia terus menelusuri dan mencari jejak bukti tsunami lainnya di sepanjang laut Selatan Jawa. Mereka mengunjungi beberapa lokasi sepanjang pantai selatan Jawa, diantaranya Cileteuh, Pangandaran, Cilacap, Kulonprogo, Pacitan hingga Bali.
Kalau bicara tentang potensi dan prediksi ini, dengan semakin banyak kejadian yang kita ketahui di masa lalu yang catatannya adalah waktu. Maka kita bisa menghitung potensinya lebih baik. Berapa persen kemungkinan sebuah kejadian dalam sekian waktu kedepan bisa kita hitung.
Eko Yulianto berharap aksi PRB (pengurangan risiko bencana) yang dilakukan adalah melakukan tata ruang wilayah pantai. “Hal yang paling penting yang saya kemukakan dan waktu itu saya sangat berharap ketika peristiwa Selat Sunda terjadi, yang dikemukakan oleh pak Dirjen pertama kali adalah persoalan tata ruang wilayah pantai. Saya berharap itu yang tercetus untuk pertama kali, karena ini momentum yang paling penting. Juga bukan cuma dipantai tapi di darat juga” ujar Eko. (MA)