Forecast Based Early Action : Aksi Dini Bencana Hidrometeorologi

Bukan Indonesia namanya jika tidak disebut sebagai negara yang rawan bencana. Mayoritas bencana bersifat lokal, dan masyarakat akar rumput adalah komunitas yang paling banyak terkena dampak. Nyaris 90% lebih terkait dengan bencana hidrometeorologi, yaitu banjir yang menjadi peringkat pertama.

Ancaman bencana banjir bukan hanya fenomena alam ataupun karena sampah, tapi juga tata ruang. Sejauh apapun kesiapan yang sudah kita lakukan, kalau tata ruang tidak digarap dengan baik dapat menyebabkan masalah juga.

drs. Arifin M. Hadi, MKes, Kepala Divisi Penanggulangan Bencana PMI Pusat di webinar Penerapan Forecastnased Action (FbA) pada Rabu (14/10), menyampaikan ada beberapa sektor di luar tata ruang yang dapat dilakukan untuk meminimalkan dampak, yakni:

  • Masyarakat dan pemerintah daerah belum semua siap menghadapi bencana hidrometeorologi, khususnya banjir bandang
  • Kurangnya perillaku adaptif dan kapasitas penanganan di masyarakat
  • Kurangnya aksi dini dalam respon banjir dan minimnya kesiapan
  • Prakiraan cuaca tidak cukup untuk mencegah dampak bencana
  • Forecast dari BMKG belum digunakan secara maksimal sebagai referensi dalam pengambilan keputusan aksi dini

FbA (Forecast Based Early Action) merupakan upaya aksi dini (respon awal) bencana hidrometeorologi berbasis forecast (prakiraan) dampak akibat cuaca ekstrem untuk menyelamatkan jiwa, harta benda, aset, dan sumber penghidupan sebelum bencana terjadi.

FbA dapat dijalankan dengan:

  • Melakukan analisis risiko berdasarkan informasi prakiraan dampak
  • Mekanisme FbA dapat mendorong akses dana bagi kegiatan-kegiatan yang telah  disepakati lebih awal
  • Kejadian bahaya hidro-meteorologis dapat diperkirakan
  • Memerlukan prakiraan iklim dan cuaca yang handal

Tujuan dan manfaat FbA:

  • Mendorong mekanisme pencairan dana tepat waktu untuk melaksanakan tindakan kesiapsiagaantingkat lanjut seeblum potensi bencana terjadi dan intervensi aksi dini
  • Menyediakan informasi prakiraan yang akurat dan berkualitas, dengan sistem dan prosedur keuangan yang memadai
  • Menerapkan aksi dini berbasis perkiraan dengan mempertimbangkan secara mendalam risiko, bahaya, kerentanan, keterpaparan, dampak tingkat bahaya, kemampuan prakiraan, serta trigger (pemicu) yang telah ditentukan sebelumnya
  • Membantu pekerja kemanusiaan mengetahui secara cepat jumlah logistik diperlukan dan lokasi prioritas
  • Mendorong kapasitan aksi dini/response masyarakat yang tepat yang dapat diimplementasikan dalam siaga darurat

FbA sendiri sebenarnya sudah dikembangakn sejak tahun 2007 di beberapa negara. Ada beberapa komponennnya, seperti mengetahui kehandalan prakiraan, ketersediaan dana aksi dini, menetapkan ambang batas berbasis dampak, dan membangun Early Action Protocol.

Untuk Indonesia sendiri pada saat ini sedang membahas protokol aksi dini, dan juga melakukan koordinasi lebih lanjut antar BNPB, BMKG serta kementerian PU. Hal ini disebabkan bukan hanya persoalan cuaca, tapi juga persoalan kondisi wilayah. Selain itu juga, sedang dikembangkan pembahasan mengenai penentuan ambang batas, serta pengkajian dokumen penanganan kedaruratan.

Selain itu, ada suatu upaya untuk mengurangi risiko bencana, misalnya saja Pemerintah sudah menghasilkan platform Signature (terkait perkiraan dampak) dan InaSIF. Namun, dalam penanggulangan bencana juga harus dilakukan secara bersama-sama. Mulai dari pemerintah, akademisi, lembaga usaha, media dan masyarakat harus selalu berkolaborasi dalam upaya pengurangan risiko bencana. Yuk, mulai gerakan pengurangan risiko bencana dari sekarang! (MA)