FAQ – Banjir Sentani

Apa penyebab banjir di Sentani? 

Pada dasarnya, kejadian banjir adalah keterkaitan antara 2 kondisi, yaitu :

  • Hidromet = faktor pemicu
  • Geografi   = faktor pembatas

Kapasitas geografinya yang sangat menentukan tingkat keparahan banjir terjadi. Faktor pembatas ini juga menjadi faktor yang dikelola bagi manusia, seperti dapat mengatur tata ruang, tata guna dan fungsi lahan, DAS, dan sebagainya. Yang tidak dikelola adalah faktor langitnya.

Menurut laporan pengamatan cuaca di stasiun Jayapura, curah hujan pada hari tersebut termasuk cukup ekstrim mencapai 130 mm/ hari. Namun yang lebih fenomenal adalah banjir di Sulawesi Selatan, yang mencapai 240mm/ hari yang merupakan kondisi ekstrim siklus 100 tahunan, seperti banjir Jakarta 2015 lalu yang juga siklus ekstrim dengan periode pengulangan 70 tahun.

Tingginya kerusakan di hulu sungai/watershed, daya resap hulu tidak kuat menampung, tingkat erosi sepanjang hulu yang besar. Curah hujan ekstrem maksimum mencapai 248,5 mm/hr menyebabkan debit aliran tinggi. Adanya longsor karena proses alami di wilayah timur Sentani dan membentuk bendung alami yang jebol ketika hujan ekstrim (Slope rata-rata 25-45 % dan di beberapa tempat sangat terjal selain jenis batuan metamorf tidak stabil, infiltrasi dan penyaringan air sangat rendah). Terdapat penggunaan penggunaan lahan permukiman dan pertanian lahan kering campur pada DTA banjir seluas 2.415 ha (dari luas DTA sebesar 15.199 Ha) pada areal dengan kelerengan 8-15%. Berdasarkan peta kerawanan banjir limpasan, sebagian besar DTA banjir merupakan daerah dengan potensi limpasan tinggi dan ekstrem. 

Apa penyebab banjir di Sentani sama dengan yang terjadi di Yogyakarta, Makassar, dan Jakarta? Apa yang membedakan jenis-jenis banjir yang ada (banjir, banjir bandang, banjir rob, banjir lahar dingin)?

Air hujan itu sampai ke bumi hanya akan mengalami 2 kondisi, yaitu :

  1. Mengalir di permukaan (run off)
  2. Infiltrasi atau masuk ke dalam tanah yang banyak dilakukan oleh akar-akar pohon.

Sementara kejadian banjir itu unik, memiliki karakteristik berbeda antara satu dengan lainnya. Bisa dilihat peta Jayapura, dengan lereng dan ketinggian ekstrim pegunungan Cycloops yang dengan jarak yang pendek curam langsung menuju ke pantai. Di beberapa sisi sangat terlihat jelas penggundulan hutan dan tebing yang dipapras, yang mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap air. Aliran air yang menjadi deras tersebut akhirnya tidak mampu ditampung oleh tanggul alami yang terbentuk di sana, sampai jebol dan terjadilah bandang.

Berbeda dengan yang terjadi di Bandung yang merupakan daerah graben atau cekungan, dan jauh dari laut. Catatan stasiun BMKG di Bandara Husein, sebenarnya curah hujan 1 April lalu tidak tinggi, tapi karena air yang mengalir semua menuju ke cekungan yang kebanyakan dipenuhi dengan pemukiman yang tanahnya tidak memiliki daya resap cukup, sehingga air menggenang.

Sedangkan Jakarta, secara kondisi wilayah masih lebih beruntung karena memiliki pesisir pantai. Namun di sisi lain, masuknya air laut atau inundasi di pesisir, disertai dengan adanya land subsident atau amblesan di utara Jakarta, menjadikan beberapa daerah yang lebih rendah dari permukaan laut. Banjir itu unik, harus diatasi dengan cara yang berbeda-beda pula.

Bagaimana hubungan longsor yang terjadi dengan banjir bandang di Sentani?

Ada 2 penyebab antara kedua hubungan tersebut. Penyebab faktor pertama adalah kondisi cuaca dimana adanya pertemuan masa udara dari Samudera Pasifik Barat Papua yang anginnya berbelok ke Kabupaten Jayapura, sementara dari sisi sebelah barat masa udara masuk dari laut Banda. Keduanya sama-sama membawa masa uap air yang cukup basah yang mampu menjadi awan hujan dengan intensitas yang tinggi, maka terjadilah banjir bandang.

Faktor kedua adalah kualitas lingkungan yang buruk menjadi penentu penyebab banjir, dan diperparah dengan jebolnya tanggul menuju danau yang menyebabkan longsor diperbukitan Cycloop. Pak Siswanto bulan februari lalu melakukan kunjungan dan sosialisasi dalam rangka potensi hidrometeorologi bersama Pemda Jayapura di kantor walikota. Waktu itu telah diberikan pemahaman menyampaikan adanya potensi-potensi Banjir, dan dalam data terlihat Jayapura adalah langganan banjir, sebelum maret ini, bulan januari dan bulan oktober tahun lalu juga terjadi banjir. Namun yang paling besar dan ekstrim adalah banjir bulan ini.