tsunami selat sunda

Dibalik Tsunami Menerjang Selat Sunda

Sobat Disasterizen di penghujung tahun 2018 lalu, warga Indonesia dikagetkan dengan terjadinya bencana tsunami, gelombang tinggi, dan meningkatnya aktivitas Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda. Ingat tidak?

Lalu, bagaimana sih tsunami di Selat Sunda bisa terjadi? Wah, ternyata tsunami di Selat Sunda terjadi akibat adanya longsoran letusan Gunung Anak Krakatau. Luas longsorannya pun setara 64 lapangan bola (64 hektar), lho!

Selain itu, bersamaan dengan terjadinya bulan purnama yang menyebabkan kondisi air laut pasang lebih tinggi dari biasanya. Gelombang air laut berkekuatan tinggi ini pun terjadi karena kombinasi situasi yang kemudian tiba di wilayah pesisir Banten dan Lampung Selatan.

Jika Gunung Anak Krakatau meletus, apakah bisa sekuat pada tahun 1883 lalu?

Faktor yang berpengaruh pada kekuatan letusan gunung api itu pada jumlah/volume material yang dilontarkan sesuai dengan besarnya dapur magma yang tersedia. Inilah bisa dilihat dari ukuran diameter kaldera (kawah vulkanik) dan tinggi gunung api.

Saat letusan Gunung Krakatau di tahun 1883 lalu, sebagian badan gunung longsor ke laut dan juga karena letusan batuan klastik (piroklastik) dalam volume yang sangat besar, dan menyisakan kaldera yang berukuran 4 x 6 km. Nah, Gunung Anak Krakatau baru muncul pertama kali ke permukaan pada tahun 1927 sebagai gunung api termuda di Indonesia dan tumbuh menjadi lebih besar karena letusan.

Oleh karena itu, diperkirakan apabila Gunung Anak Krakatau meletus dalam waktu dekat kekuatannya tidak akan sebesar letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883 silam. Eits! Meskipun begitu, kamu jangan pernah lengah dan harus tetap siaga ya! (MA)