Area Taman Stasiun MRT Dukuh Atas, Sudirman, Jakarta Pusat menjadi bahan perbincangan dan viral di media sosial belakangan ini lantaran dibanjiri para remaja dari pinggiran Jakarta, seperti Citayam, Bojonggede, Depok, dan Bekasi, Kehadiran mereka tampak penuh percaya diri dan aktraktif dalam mengenakan aneka busana kekinian, seperti suasana catwalk fashion week. Bedanya, kali ini berada di jalan atau dikenal dengan julukan Fashion Street. Masyarakat sendiri memberi julukan dari tren viral ini sebagai “Citayam Fashion Week”.
Sebagai contoh adalah remaja wanita yang memadukan celana kulot dengan baju model crop top. Adapula yang mengenakan kaos ketat putih dan rok flannel dengan sneakers dan topi baseball. Bahkan, ada yang mengenakan busana seperti Harajuku, lengkap dengan kacamata hitamnya.
Bukan hanya soal busana, aktivitas yang mereka lakukan pun cenderung seragam. Ada yang sedang bersenda gurau, sembari mengunyah jajanan pedagang kaki lima, bahkan membuat konten di media sosial, baik hanya sekadar mengambil gambar ataupun video.
Akademisi dan Praktisi Bisnis Rhenald Kasali mengatakan dalam akun media sosial pribadinya, bahwa Citayam Fashion Week akan ramai dan perlu didukung pemerintah.
Hal ini dikarenakan, ada beberapa positif yang ditimbulkan dari fenomena tersebut. Misalnya saja menghidupkan banyak ekonomi, diantaranya banyak penjual kopi dan minuman sachet lainnya yang berjaya di sepanjang pinggir jalan trotoar jalan Sudirman. Selain itu, adanya fenomena ini menimbulkan kreatifitas dan menjadi sarana yang baik untuk anak muda.
Namun sayangnya, di balik sisi positif yang ditimbulkan dari fenomena Citayam Fashion Week tersebut, ada pula hal negatif yang ditimbulkan.. Sebagai contohnya adalah sampah yang berserakan di jalan, termasuk putung rokok. Persoalan lainnya, sebagian dari para perokok tersebut masih di bawah umur.
Sampah yang paling banyak ditemukan pada area Taman Stasiun MRT Dukuh Atas adalah botol air mineral dan putung rokok. Fenomena tersebut tanpa disadari telah mencemari lingkungan.
Tidak hanya itu, keresahan kedua yang terpantau selama 2 pekan terakhir adalah tingkat kerumunan yang tinggi. Hal ini terlepas dari Jakarta yang berstatus PPKM level
Disamping, sifat Fashion Street Culture yang bebas, tidak memerlukan perizinan kegiatan, ini artinya tidak ada petugas tertentu yang mengawasi ketertiban penggunaan masker atau control jumlah pengunjung yang datang agar tidak berkerumun sesuai himbauan pemerintah. Semua bergantung pada kepekaan dan peduli tiap masing-masing orang yang datang untuk tetap melakukan protokol kesehatan.
Menurut Sobat Preparizen bagaimana? Apa ada yang sudah pergi ke CItayam Fashion Week?
Apapun hal kedepannya, tentu kebiasaan baru ini merupakan embrio baik bagi aktivitas kreasi anak muda yang sangat perlu ada pendampingan yang tepat dan efisien. (MA)