Bukan bermaksud untuk menumpuk ketakutan sehingga menimbulkan phobia, isu gempa dan gelombang tsunami memang bisa terjadi kapan dan dimana saja. Hal ini dikarenakan Indonesia berada di wilayah pertemuan dua lempeng besar Indo-Autralia dan Eurasia di pesisir selatan pulau Jawa.
Namun, tahukah kamu kalau ternyata tsunami terjadi sejak pada zaman kolonial Belanda. Merujuk sejarah, Belanda diam-diam mencatat fakta bahwa Patjitan atau Pacitan saat itu sempat dihantam dua kali gelombang besar.
Kejadian pertama terjadi pada awal tahun 1840, gelombang pasang itu didahului dengan gempabumi. Lalu, gempa disusul gelombang besar terjadi saat jelang magrib pada 20 Oktober tahun 1859. Sebanyak 27 desa menjadi perhatian pemerintah melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pacitan, desa-desa tersebut berada di dataran rendah berhadapn dengan Samudera Hindia.
Baca juga : RENTETAN FORUM YANG FOKUS MENDUKUNG SPAB
Desa-desa tersebut meliputi…
- Ujung barat Kecamatan Donorojo : Desa Sendang, Kalak, dan Widoro.
- Kecamatan Pringkuku : Desa Dadapan, Candi, Poko, Jelubang, Dersono, Watukarung.
- Kecamatan Pacitan : Desa Simboyo, Kembang. Sidoharjo, Ploso.
- Kecamatan Kebonagung : Desa Worowari, Desa Jetak.
- Kecamatan Ngadirojo : Desa Sidomulyo, Hadiwarmo.
- Kecamatan Sudimoro : Desa Semberejo, Pagerlor, Pagerkidul, dan Sukorejo.
Bersyukurnya di Indonesia pemilik sabuk hijau terbaik adalah Teluk Pacitan dan Banyuwangi. Masyarakat yang tinggal di bantaran sungai menjadi perhatian selanjutnya, sebab aliran sungai ibarat jalan tol bagi gelombang tsunami. Beberapa wilayah yang berada di lokasi ini harus benar-benar memahami mitigasi secara mandiri meski jaraknya di atas 3 kilometer.
Masyarakat perlu meningkatkan dan lebih sadar akan kesiapsiagaan bencana. (MA)
Sumber : pacitan.go.id