JAKARTA – Upaya mewujudkan masyarakat tangguh bencana harus melibatkan perempuan. Pengalaman kejadian bencana yang telah terjadi menunjukkan bahwa perempuan memiliki berbagai kemampuan, pengetahuan, dan jejaring yang merupakan aset penting dalam kesiapsiagaan, tanggap darurat, hingga pemulihan pasca bencana. Ketangguhan perempuan dapat dibentuk dengan memberikan kesempatan kepada kaum perempuan untuk memperoleh kesetaraan akses, kapabilitas, sumber daya, dan peluang yang setara.
Belum adanya forum di Indonesia bagi perempuan untuk berbagi pengetahuan, praktik baik, tantangan, dan peningkatan kapasitas dalam bidang penanggulangan bencana mendorong kepedulian berbagai kalangan pegiat, praktisi, akademisi untuk menginisiasi terbentuknya forum perempuan dalam bidang penanggulangan bencana oleh beberapa organisasi pada Desember 2021.
Penguatan kapasitas kelompok perempuan mutlak dilakukan. “Upaya Penguatan kapasitas akan meminimalisir risiko bencana akibat ancaman yang dihadapi. Ketika perempuan secara individu ataupun kelembagaan memiliki kapasitas, maka tingkat ketahanan atau resiliensi merekapun akan meningkat,” ujar Deputi Bidang Pencegahan, Prasinta Dewi dalam acara Lokakarya Perencanaan Aksi Forum Perempuan Indonesia dalam Penanggulangan Bencana di Jakarta pada hari ini, Kamis (14/7).
Turut hadir sebagai narasumber dan penanggap pada Lokakarya tersebut antara lain Dra. Valentina Gintings,M.SI, Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak); Drs. Sumedi Andono Mulyo, M.A., Ph.D, Direktur Tata Ruang & Penanganan Bencana (BAPPENAS); Prof. Ocky Karna Radjasa, M.Sc, Plt. Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Kebumian (BRIN); Prim Devakula, Programme Analyst, Gender and DRR (UN Women); Elisabeth Sidabutar, Humanitarian Programme Analyst (UNFPA); Titi Moektijasih, Analis Urusan Kemanusiaan UNOCHA; Dr. Nuraini Rahma Hanifa, Sekjen U-Inspire Alliance; perwakilan MPBI dan Yappika-ActionAid.
Secara global, menurut The World Risk Index tahun 2021, menempatkan Indonesia berada pada peringkat 38 dari 181 negara paling rentan bencana. Dalam konteks Indonesia, yang terletak secara geografis di lokasi rawan bencana, perempuan memainkan peranan penting dalam menjaga berbagai macam kearifan lokal dan memori kolektif masyarakat setempat yang dikelola secara unik melalui praktik hidup yang menjaga kelestarian ekologi pemulihan yang cepat dari berbagai risiko. Mereka akan mudah mengenali risiko dilingkungannya, cepat beradaptasi, mampu membuat rencana kesiapsiagaan, mengambil keputusan yang tepat dan mengerti cara menyelamatkan diri serta dapat melakukan recovery dengan cepat pasca bencana terjadi.
Dengan keluarnya Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pengarusutamaan Gender di Bidang Penanggulangan Bencana menjadi perangkat penting mengintegrasikan pendekatan gender di bidang Penanggulangan Bencana.
Lebih lanjut Prasinta menjelaskan, “diperlukan ragam kegiatan pemberdayaan perempuan untuk bisa mengurangi risiko bencana dan strategi penanganan bencana secara holistik dengan tidak mengenyampingkan responsif gender dan berbasis hak korban, dimulai dari tahap tanggap darurat sampai tahap pemulihan dan rekonstruksi. Sehingga, jumlah korban dapat dieliminir dan hak-hak korban jiwa maupun korban selamat juga terlindungi”.
Senada apa yang disampaikan oleh Valerie Julliand, mewakil UN Resident Coordinator for the Republic of Indonesia, “Lebih banyak yang harus dilakukan untuk memperkuat kesetaraan gender dan partisipasi perempuan dan anak perempuan dalam pengambilan keputusan, implementasi, dan kepemimpinan”. Ia menjelaskan diperlukan target dan jadwal khusus untuk mencapai keseimbangan gender dan rencana aksi gender untuk mencapai Kerangka Sendai harus ditetapkan dan kita membutuhkan lebih banyak investasi dalam organisasi dan jaringan masyarakat sipil yang dipimpin perempuan untuk memastikan partisipasi dan pengaruh mereka yang berarti dalam pengambilan keputusan.
Forum Perempuan Indonesia dalam Penanggulangan Bencana adalah forum bagi para perempuan dari berbagai elemen masyarakat untuk membagikan mengetahuan mereka dan meningkatkan kapasitas dalam manajemen PRB. Salah satu tujuan forum adalah untuk mengangkat inisiatif perempuan di level daerah ke level nasional dan internasional. Anggota forum terdiri dari berbagai kementerian dan badan, institusi internasional, dan organisasi masyarakat sipil. Kegiatan utama yang akan dilakukan oleh forum adalah advokasi, pengembangan kapasitas, dan manajemen pengetahuan.
Pada Lokakarya ini salah satu agendanya adalah pembentukan pengurus dan penyusunan rencana aksi, Prasinta Dewi menyampaikan lima rekomendasi dalam Penyusunan Rencana Aksi Forum Perempuan Indonesia dalam Penanggulangan Bencana sebagai berikut:
Pertama, Secara struktur budaya di Indonesia, perempuan di desa ataupun di kota banyak tergabung dalam kelompok-kelompok, misalnya kelompok pengajian, kelompok arisan, kelompok hobby, PKK, Darma Wanita, dan sebagainya yang hal itu dapat berfungsi dalam mengatasi berbagai macam persoalan di tengah masyarakat.
Kedua, Tingginya tingkat partisipasi dan keterlibatan perempuan dalam berbagai kelompok perempuan tersebut mengindikasikan ikatan solidaritas mereka yang cukup kuat dan memudahkan dalam proses sosialisasi, edukasi bencana dan diseminasi informasi peringatan dini.
Ketiga, Perkumpulan yang dibentuk kaum perempuan di tingkat kedaerahan dan nasional sangatlah penting jika dimaksimalkan perannya dalam upaya membangun kesiapsiagaan masyarakat. Termasuk keterlibatan perempuan di dalam upaya penanggulangan bencana, misalnya upaya preventif atau pencegahan melalui sosialisasi kesiapsiagaan bencana, yang biasa dilakukan melalui berbagai kegiatan kelompok-kelompok perempuan di kampung-kampung, seperti: pengajian, PKK, arisan, dan lain-lain. Dan juga keterlibatan perempuan dalam proses-proses diskusi dan pengambilan keputusan berbagai masalah penyelesaian dalam penanggulangan bencana di tingkat lokal/pemerintahan desa.
Keempat, Keberadaan kelompok perempuan di masyarakat merupakan suatu modal sosial yang seharusnya mampu menjadi media untuk mentransformasikan pengetahuan keterampilan dan informasi kebencanaan di komunitas perempuan yang dapat berperan dalam upaya pengurangan risiko bencana melalui berbagai program ketangguhan masyarakat seperti Destana dan Katana.
Terakhir Kelima, Pelibatan kaum muda-professional muda dalam bidang Sains, Inovasi, teknologi dan Penggunaan infrastruktur telekomunikasi yang mudah dan murah dapat meningkatkan layanan dan akses terhadap informasi hingga Penggunaan media KIE secara lebih luas dapat mendukung dan mempercepat transformasi pengetahuan kepada masyarakat di daerah rawan bencana.
Mengakhiri sambutannya, Prasinta Dewi mengajak sekaligus mengundang Forum Perempuan Indonesia dalam Penanggulangan Bencana untuk ikut berkolaborasi pada kegiatan peringatan bulan pengurangan risiko bencana di Provinsi Kalimantan Timur pada 12-14 Oktober dengan berpartisipasi pada kegiatan pameran, Talkshow, ignite stage dan kegiatan pendukung lainnya.
Penulis : Tasril Mulyadi – Content Development SiagaBencana.com
Sumber : BNPB