Kemarau yang berkepanjangan sampai detik ini masih saja membuat susah untuk beberapa orang. Salah satunya adalah kekeringan. Untuk mengatasi kekeringan itu, ada inovasi baru bernama ‘memanen air hujan’. Udah baca belum? Belum kan? Lebih baik baca ini terlebih dahulu ya!
Nah, pelopor memanen air hujan ini bernama Agus Maryono. Dr.-Ing. Ir Agus Maryono lahir di Sukoharjo, 3 November 1963. Tahun 1982 menjadi Pelajar Teladan SMA Negeri Sukoharjo, kemudian melanjutkan kuliah di Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada tahun 1982–1987.
Pada tahun 1991–1992, mengikuti program penelitian di bidang hidraulika di Institute fuer Wasserbau und Tunnelbau (Jurusan Bangunan Air dan Bangunan Terowongan), University of Innsbruck, Austria.
Lalu, tahun 1993–1995 menyelesaikan program Aufbau Stadium (setara S-2) di Fakultaet fuer Bauingenieur und Vermessungswesen (Fakultas Teknik Sipil dan Pengukuran), University of Karlsruhe, Jerman. Tahun 1995–1999 menyelesaikan program Doktor (Dr.-Ing.) di Institute fuer Wasserwirtschaft, Hydarulik und Rural Engineering (Jurusan Manajemen Sumber Daya Air, Hidraulika dan Irigasi) University of Karlsruhe, Jerman. Kemudian, 1999 sampai dengan 2000 mengikuti program Post-Doktor di institut yang sama.
Pada tahun 2000 aktif kembali menjadi dosen Universitas Gadjah Mada: dosen pada Program Studi Magister Teknik Sistem, Minat Studi Magister Teknologi Pembangunan Berkelanjutan, Departemen Teknik Sipil Sekolah Vokasi UGM, dan dosen pada Program Doktor Fakultas Teknik dan Sekolah Pascasarjana UGM.
Agus ini di tahun 2015 menjadi Pelopor Restorasi Sungai di Indonesia lho Disasterizen. Ia juga menulis mulai dari tahun 2004 sampai dengan saat ini. Memiliki beberapa judul buku, yaitu:
- Eko-Hidraulik Pembangunan Sungai
- Restorasi Sungai
- Menangani Banjir
- Kekeringan, dan Lingkungan
- Tangga Ikan
- Pengelolaan Daerah Sempadan Sungai
- Reformasi Pengelolaan Sumber Daya Air
- Memanen Air Hujan.
Baca juga : BUKTI NYATA DARI LETUSAN KRAKATAU 1883
Seperti Apa Buku Memanen Air Hujan Itu?
Buku ini terinspirasi oleh kejadian banjir di Jakarta dan berbagai tempat di Indonesia yang berlangsung setiap tahun, dan ironisnya kekeringan mulai terjadi di berbagai tempat pada musim kemarau. Masyarakat umum mengerti bahwa penyebabnya ialah karena hujan. Namun, kita menyadari bahwa sebenarnya bukanlah hujan sebagai penyebab utama dari banjir, melainkan bagaimana kita mengelola air hujan yang turun di Daerah Aliran Sungai (DAS) selanjutnya mengalir ke hilir.
Memang sebagian besar masyarakat kita tidak mengelola air hujan tersebut. Justru hampir di semua tempat dilakukan perbaikan pembuangan air. Konsep pembuangan air ramah lingkungan yang akhir-akhir ini menjadi bahan pembicaraan. Hingga buku ini diterbitkan, perencanaan dan penerapan pembuangan air masih menggunakan cara pembuangan air secara tradisional. Pembuangan air ramah lingkungan ini didefinisikan sebagai upaya mengelola air hujan dengan cara menampung, meresapkan, mengalirkan, dan memelihara dengan tidak minimbulkan gangguan aktivitas sosial, ekonomi, dan ekologi lingkungan yang bersangkutan.
Pembuangan air ramah lingkungan dikenal dengan slogan drainase TRAP, yaitu Tampung, Resapkan, Alirkan, dan Pelihara. Memanen hujan merupakan bagian dari pembuangan air yang ramah lingkungan pada bagian Tampung dan Resapkan. Air hujan ditampung untuk dipakai sebagai sumber air bersih dan perbaikan lingkungan hidup, dan diresapkan untuk mengisi air tanah.
Efek memanen air hujan di antaranya ialah berkurangnya banjir, berkurangnya kekeringan, berkurangnya masalah air bersih, berkurangnya penurunan muka air tanah, dan berkurangnya masalah lingkungan.
Buku ini membahas latar belakang memanen air hujan, pemakaiannya di negara-negara maju dan pemakaian secara tradisional, metode-metode dan infrastruktur pemanen air hujan, hitungan dimensi infrastruktur dan peralatan, kualitas air hujan dan metode perbaikan kualitas air hujan, dan ditutup dengan rekomendasi. Untuk lebih lanjutnya, bisa kamu langsung beli dan baca bukunya ya! (MA)
Sumber : ugmpress.ugm.ac.id