Banjir di Jakarta, Kaum Muda bisa Apa?

BEBERAPA hari terakhir Jakarta diterpa hujan deras. Seperti sebuah keniscayaan, banjir pun datang dan membuat Jakarta ‘takluk’. Meski sudah bertahun-tahun menghadapi situasi serupa, kondisi tidak juga berubah sepenuhnya. Apa yang bisa dilakukan, khususnya oleh kaum muda yang akan paling lama terdampak perubahan iklim dan bencana?

Sebagai latar belakang, menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Januari-September 2022, ada 1.037 kejadian banjir dan 842 cuaca ekstrem di Indonesia. Berdasarkan data yang dihimpun di aplikasi SiBAJA (Siaga Bencana Jakarta) pada 2020 ada 975 kejadian banjir di Jakarta, menunjukkan kerawanan ibu kota negara ini. Salah satu upaya mitigasi yang dilakukan pemerintah adalah dengan memasang alat peringatan dini banjir (APB) di lokasi rawan. Pada 2020, BNPB sudah memasang APB di Jawa tengah dan Bangka-Belitung untuk membangun kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat. Kemudian, Pemerintah Daerah DKI Jakarta juga sudah memasang APB di 14 titik lokasi rawan banjir.

Alat peringatan ini berbentuk menara pengeras suara dengan empat sisi.  Pemasangan alat peringatan ini juga didukung dengan adanya Instruksi Gubernur DKI Jakarta No.52 tahun 2020 tentang Percepatan Peningkatan Sistem Pengendalian Banjir di Era Perubahan Iklim. Seharusnya, peringatan banjir sudah menjadi lebih optimal dan pengendaliannya pun menjadi lebih baik. Hanya saja, ada kekurangan dalam sistem peringatan banjir ini. Harga pengadaan barang dan pemeliharaan alat peringatan dini banjir bisa dikatakan cukup tinggi.

Sementara penggunaannya dinilai tidak efektif. Beberapa masyarakat melaporkan alat ini justru tidak berfungsi saat banjir terjadi.  Melihat masalah yang ada, pada 2017 kaum muda di Jakarta berinisiatif membuat alat peringatan banjir sederhana. Bahan yang digunakan adalah pipa plastik (paralon kecil), pengeras suara ukuran kecil, kabel, dan bola plastik bekas. Kaum muda menamai hasil inovasinya ‘bola penyelamat’, karena komponen utamanya adalah bola plastik yang berfungsi sebagai pendorong untuk membunyikan alarm.

Alat ini sudah diuji coba dan berfungsi ketika banjir.  Meski demikian, sumber energi alat ini masih tergantung pada aliran listrik (AC) yang dianggap berisiko jika dinyalakan dan mengalami kontak dengan air. Diperlukan sumber energi lain agar inovasi ini benar-benar aman dan bermanfaat.  Kolaborasi Pada 2018, Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) bersama Yayasan Kausa Resiliensi Indonesia menggandeng Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk melakukan pendampingan pengembangan alat peringatan dini banjir.

Pendampingan dilakukan melalui Urban Resilience dan dilanjut Urban Nexus, bagian dari program Kemanusiaan dan Ketangguhan Plan Indonesia. Secara bertahap, APB yang dibuat oleh kaum muda dikembangkan agar lebih detail pengawasan dan aman komponennya. Beberapa perubahan yang dibuat termasuk mengganti sumber energi menjadi panel surya yang tidak bergantung pada aliran listrik.

Pengeras suara APB juga dimaksimalkan, hingga dapat didengar hingga satu kilometer. Kemudian, APB dampingan Urban Nexus sudah diberikan lampu tanda bahaya, dengan harapan peringatan dini juga bisa bermanfaat bagi orang dengan disabilitas pendengaran. Terakhir, alat ini dibungkus dengan kotak besi untuk melindungi komponennya, juga pipa besi untuk melindungi talinya. 

Alat yang dirakit bersama komunitas warga ini terhitung mudah dibuat dan dipelihara secara mandiri. Dana yang dibutuhkan untuk membuat alat peringatan banjir ini hanya Rp5-6 juta, dengan komponen yang mudah didapatkan dan diganti. Penentuan lokasi pemasangan APB juga disepakati bersama dan disosialisasikan kepada warga.  Dengan demikian, warga menjadi kian familiar dengan APB kaum muda dan langsung bisa mengenali sinyal-sinyal bahaya sebelum banjir melanda.

Diharapkan, hal ini membantu mengurangi kepanikan warga dan memberi waktu bagi mereka untuk bersiap-siap menyelamatkan diri, barang berharga, dan memperingatkan orang sekitar. Perlu perhatian Bertahun-tahun setelah alat ini dibuat, APB yang dikembangkan oleh kaum muda mulai mendapat perhatian. Pada 2020, case study tentang manfaat alat ini yang telah membangunkan warga saat malam hari akan terjadi banjir juga telah dipublikasikan di Preventionweb, sebuah situs yang dikelola UNDRR (United Nation Disaster Risk Reduction) untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman. 

Dalam artikel itu disampaikan bahwa warga akhirnya dapat menyelamatkan diri dan barang-barangnya karena terbangun saat alat peringatan dini menyala pada Januari 2020. Hingga saat ini pun alat masih berfungsi dan juga semakin banyak titik rawan banjir yang terpasang alat ini. Memasuki pertengahan 2021, alat peringatan banjir ini terpilih sebagai finalis dalam SAFE STEPS D-Tech Awards 2021, penghargaan yang diselenggarakan oleh Asian Venture Philanthropy Network (AVPN) dan Prudence Foundation. Selanjutnya, pada 2022, alat peringatan banjir ini dipresentasikan di Ignite Stage Asia-Pacific Ministerial Conference on Disaster Risk Reduction (APMCDRR) di Brisbane. 

Belum lama, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Riza Patria juga turut meninjau APB buatan kaum muda dalam pameran Jakarta Innovation Days. Bisa dibilang, APB buatan kaum muda Urban Nexus ini telah mendapatkan banyak perhatian, baik di dalam maupun di luar negeri. Apakah APB ini bisa menjadi solusi atas masalah banjir yang ada di Jakarta? Jawabannya, tentu tidak.

Namun, APB bisa membantu upaya penyelamatan saat terjadi banjir. Penulis ingin menekankan satu pesan penting; kaum muda memiliki peran penting dalam setiap upaya kesiapsiagaan bencana, termasuk dalam mengembangkan alat peringatan banjir. Inovasi yang dilakukan oleh kaum muda dampingan Urban Nexus membuktikan bahwa mereka punya suara, peduli, dan mampu berkarya untuk komunitasnya. Maka kita tidak sebaiknya mengecilkan peran mereka. Penulis berharap dalam peringatan hari pengurangan risiko bencana sedunia ini, kita bisa memberikan ruang bagi kaum muda.

Tak hanya dalam bentuk pengembangan alat fisik, tapi juga nantinya dalam pengambilan keputusan dan kebijakan. Perlu diingat, kaum muda adalah berhak menyuarakan dan memutuskan kebutuhan mereka, termasuk dalam pembuatan kebijakan-kebijakan strategis. Mari, dukung agar kaum muda semakin berdaya. Hanya dengan melibatkan kaum mudalah kita bisa benar-benar menjadi inklusif dan mendapatkan manfaat yang tak terkira bagi semua.

Sumber : Maulinna Utaminingsih, Urban Nexus Project Manager, Yayasan Plan International Indonesia