Seperti yang sudah kita ketahui kalau hampir setiap tahunnya Indonesia dilanda oleh gempabumi yang merusak dan hal tersebut tak jarang merobohkan bangunan di wilayah yang terdampak. Kerusakan dan robohnya bangunan nir-rekaya yang menyebabkan korban berjatuhan.
Salah satu penyebab runtuhnya suatu bangunan akibat gempa adalah mutu bahan bangunan yang rendah dan mutu pengerjaan bangunan yang juga di bawah standar, antara lain campuran adukan yang tidak tepat, pemasangan tembokan bata yang tidak sesuai kaidah, detailing sambungan tulangan besi beton kolam/balok yang tidak sesuai untuk daerah gempa.
Baca juga : LITERASI KEBENCANAAN LEWAT TEDUH GEMURUH
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sejak 2014 Teddy Boen, peneliti rekayasa kegempaan telah melakukan penelitian bangunan tembokan dengan balutan lapisan ferosemen di kedua sisi tembokan. Selanjutnya, struktur komposit tersebut (lapisan ferosemen, tembokan, lapisan ferosemen) tersebut dianalisa sebagai sandwich.
Maka, hasilnya tembokan yang telah dibalut dengan lapisan ferosemen tersebut memang kuat kalau diguncang gempa. Pemasangan kawat anyam untuk ferosemen jauh lebih mudah serta lebih murah dibandingkan dengan pemasangan detailing sambungan tulangan kolom/balok beton bertulang.
Di samping hasil analisa membuktikan kekuatan bangunan tembok dengan balutan ferosemen tersebut, Teddy juga telah melakukan uji coba meja getar skala penuh di Jepang dan ternyata hasilnya sesuai dengan yang diperoleh dari analisa. Pondasi pasangan batu kali sebaiknya ditinggalkan dan diganti dengan beton bertulang T-terbalik.
Di bawah ini, SiagaBencana.com akan memberikan bagaimana cara membuat rumah tahan gempa dari Teddy Boen yang mana insinyur Indonesia pertama yang dikirim Pemerintah Indonesia untuk mempelajari gempabumi di Jepang pada tahun 1962. Atau kamu bisa membacanya di sini!
Cara membuat rumah tahan gempa tersebut nantinya dapat diterapkan untuk memperkuat rumah yang sudah berdiri agar kalau diguncang gempa rumah tidak runtuh dan tidak menimbulkan korban. Sebagai tambahan informasi, cara tersebut sudah banyak digunakan di Sumatera Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Lombok, dan sebagainya. (MA)