Di era ini, anak muda Indonesia sedang gencar-gencarnya membeli ataupun menjual pakaian bekas atau disebut dengan thrifting. Di sisi lain, pemerintah menerbitkan dan menindak tegas importit yang memasok pakaian bekas yang datang dari luar negeri. Tak jarang masyarakat menyayangkan kebijakan tersebut sebab menilai thrifting ramah untuk lingkungan dan merasa “kasihan” dengan para penjual thrifting import yang terkena imbas dan kehilangan mata pencahariannya.
Perlu diketahui, sebenarnya thrifting import sendiri justru mendatangkan masalah-masalah lain seperti penyakit akibat pakaian yang tidak higienis, potensi limbah tekstil yang semakin bertambah, serta jejak karbon yang dihasilkan saat pengiriman barang.
Baca juga : AKSI BEBENAH SUNGAI CILIWUNG DENGAN YAYASAN KHATULISTIWA RESPON TIM
Kurang lebih 7.000 an bal pakaian dan barang-barang fesyen bekas import ilegal dengan nilai hampir Rp 60 M dimusnahkan oleh tim gabungan Bea Cukai dan Bareskrim Polri pada 20-25 Maret 2023 lalu.
Pemusnahan tersebut sejalan dengan pernyataan dari Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop dan UKM) yang menilai bahwa thrifting dapat mematikan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Indonesia. Tapi nyatanya beberapa tahun terakhir, kegiatan thrifting mulai menjamur dan semakin diminati oleh masyarakat Indonesia.
Hingga akhirnya kebijakan tersebut menuai pro dan kontra, terlebih thrifting dinilai sebagai salah satu alternatif yang ramah lingkungan dalam industri fesyen. Lalu bagaimana solusinya?
Baca juga : KURANGI SAMPAH MAINAN, BIJAK BELI MAINAN ANAK
Thrifting Menjadi Solusi atau Bukan?
Sebenarnya thrifting tetap boleh, asalkan kita bisa menggunakan pakaian thrifting yang dapat diperoleh secara lokal atau masih satu lokasi dengan tempat tinggal kita, sehingga dapat menekan jejak karbon yang dihasilkan.
Hingga akhirnya, jika merujuk pada teori “Buyerarchy of Needs”, memperpanjang usia pakaian yang saat ini sudah kita miliki di lemari lebih baik dibandingkan terus menerus memenuhi lemari kita dengan pakaian lain.
Kesimpulannya…
Di satu sisi thrifting dinilai sebagai salah satu cara alternatif yang ramah lingkungan dalam industri fesyen. Namun di sisi lain, thrifting dapat menimbulkan masalah baru seperti munculnya berbagai penyakit, menambah limbah tekstil, serta menghasilkan lebih banyak jejak karbon yang berasal dari praktik import itu sendiri. Sehingga sebagai solusi, jika Sobat Preparizen tetap ingin melakukan thrift shop, maka gunakan thrifting lokal dan hindari thrift shop yang berasal dari luar negeri.
Jadi, apakah kamu setuju dengan kami? Tulis tanggapanmu di kolom komentar!(MA)
Sumber Zero Waste Indonesia