Letak geografis Indonesia berada di atas 3 lempeng benua (lempeng Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik) yang menyebabkan ancaman bencana sering kali melanda Indonesia. Terjadinya fenomena alam tersebut dan kurangnya upaya mitigasi bencana inilah yang menimbulkan berbagai macam korban. Upaya pengurangan risiko bencana perlu dilakukan oleh berbagai unsur pentahelix, seperti pemerintah, akademisi, media, dunia usaha, dan komunitas.
Dalam mengimplementasikan program mitigasi bencana untuk pemerintah daerah dan desa, misalnya seperti mengajak masyarakat desa untuk ikut terlibat dalam program perencanaan hingga pelaksanaan dan monitoring. Pembangunan di desa pada dasarnya bergantung pada kondisi geografis desa tersebut. Sifat geografis dari desa yang berbeda membutuhkan solusi pembangunan yang berbeda terkait PRB, untuk mengantisipasi bencana.
Sedangkan untuk 3 prioritas aksi yang dilakukan oleh komunitas dalam mitigasi bencana, yaitu peningkatan kesadaran, pendidikan, pelatihan kebencanaan, kesiapsiagaan bencana, serta tanggap darurat bencana. Keterlibatan organisasi masyarakat sipil (LSM, NGO) sendiri, sejauh ini cukup banyak yang terlibat dalam perencanaan aksi pengurangan resiko bencana.
Meski begitu, masih ada beberapa yang belum melakukan upaya mitigasi bencana. Ada beberapa hal yang menghambatnya, seperti tingkat kesadaran dan pengetahuan masih minim. Hepi Rahmawati, Program Manager YAKKUM Emergency Unit dalam webinar yang diselenggarakan YAKKUM pada Senin (19/10), mengatakan terdapat faktor yang menghambat partisipasi masyarakat yaitu lokasi yang jauh, ketiadaan transportasi, undangan, tingkat kesadaran dan pengetahuan, waktu pertemuan, kesibukan masyarakat, pendapat tidak diakomodir, tidak ada tindak lanjut, tidak percaya diri/sulit menyampaikan pendapat, dan budaya.
Sebagai contoh, rencana aksi di daerah Maumere. Pasifisius Wangge, Program Manager Caritas Keuskupan Maumere menuturkan, bahwa di daerah Maumere ada 6 desa di wilayah aliran sungai dengan rencana aksi mengenai kekeringan, abrasi, dan longsor. Mereka melakukan berbagai upaya dengan melibatkan semua pihak, seperti :
Pelaksanaan rencana aksi :
- Melibatkan pemangku kepentingan pada tingkat desa.
- Desa Wolorega, masyarakat menyiapkan bibit/anakan tanaman lokal.
- Pertisipasi masyarakat sangat tinggi mulai dari penyiapan bibit/anakan, persiapan lubang tanam, penanaman dan perawatan.
Peluang aksi komunitas dalam menghadapi aksi bencana :
- Sosialisasi secata terstruktur dan sistematis terkait isu PRB.
- Ada ruang prioritas penggunaan dana desa pada bidang pembangunan desa dan bidang pemberdayaan masyarakat.
- OPD terkait secara khusus Badan Penaggulangan Bencana Daerah, perlu sinkronisasi kegiatan PRB.
- Perda (peraturan daerah) penanggulangan bencana daerah perlu disebarkan ke desa-desa.
- Dokumen rencana penanggulangan bencana perlu didstribusikan ke desa-desa, terlebih ketika terjadi proses perencanaan di desa.
Jika disimpulkan, saat ini peran komunitas, masyarakat, dan lembaga lainnya sudah banyak yang membentuk upaya mitigasi bencana. Namun itu semua belum cukup, masih perlu bebenah diri dan melibatkan lebih banyak lagi dalam upaya mitigasi bencana. Nah, untuk kamu yang belum melakukan mitigasi. Yuk segera lakukan! Salam siaga! (MA)