Saat terjadi bencana, kaum penyandang disabilitas empat kali lebih rentan dan mereka sering diabaikan dalam siklus manajemen bencana dan jarang dianggap sebagai aktor penting, seperti hal yang dituturkan oleh CBM di tahun 2009.
Berdasarkan Sendai Framework for DRR, penyandang disabilitas beserta organisasi perlu dilibatkan sebagai aktor penting di setiap tahapan penanggulangan bencana untuk menciptakan pendekatan preventif yang inklusif. Namun sayangnya, ada kendala pada penerapannya, seperti keterbatasan alokasi sumber daya yang disiapkan untuk penyandang disabilitas dalam menghadapi situasi bahaya dan keberadaan stigma bahwa penyandang disabilitas adalah pihak lemah yang memerlukan pertolongan dibanding pemberdayaan.
Selain itu, ada beberapa tantangan dari kurangnya keterlibatan penyandang disabilitas pada gerakan kemanusiaan, yaitu…
- Perlu implementasi pedoman menjadi praktik nyata
- Koordinasi gerakan kemanusiaan tidak mengikutsertakan penyandang disabilitas
- Kurangnya pengumpulan dan analisis data mengenai disabilitas pada level koordinasi dan program kemanusiaan
- Partisipasi yang terbatas dari penyandang disabilitas
- Sumber daya yang kurang untuk mengidentifikasi dan menghilangkan penghalang untuk penyandang disabilitas mendapat akses dan berpartisipasi
Untuk menyikapi hal tersebut, AKsi Baik memberikan solusi yang baik. Di salah satu acara Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana yang dilaksanakan secara daring pada 13 Oktober 2022, memaparkan AKsi BaiK adalah model manajemen bencana yang inklusif, oleh dan bersama penyandang disabilitas, sesuai dengan konteks atau kekhasan Indonesia.
AKsi BaiK sudah melakukan implementasi sebanyak dua kali, yaitu di Desa Pamoyanan, Cianjur, Jawa Barat dan Desa Sibalaya Utara, Sigi, Sulawesi Tengah. AKsi BaiK mengadopsi guidelines on inclusion of persons with disabilities in humanitarian action, yang di dalamnya ada empat pilar yang wajib dijalankan dalam melakukan aksi kemanusiaan inklusi, yaitu mengagregasi data, menghilangkan faktor penghambat, mempromosikan partisipasi, pemberdayaan disabilitas.
Kemudian empat pilar tersebut wajib dilaksanakan dalam empat tahapan, yakni persiapan, assessment kebutuhan analisis, perencanaan strategi, dan prinsip-prinsip partisipatif aktif dan bermakna.
“Tantangan kita adalah memastikan bertumbuhnya Gerakan AKsi BaiK, yang berkelanjutan, oleh dukungan sumber daya mandiri yang dapat diakses dan dikontrol warga. Oleh karenanya, setiap memulai Gerakan AKsi BaiK harus memperhatikan prinsip-prinsip fasilitasi dan prinsip-prinsip partisipasi aktif dan bermakna,” Fandi, IBU Foundation.