5 Naskah Kuno yang Menguak Bencana Alam

Masyarakat Banten digambarkan melalui naskah kuno adalah masyarakat yang terbiasa membaca tanda-tanda alam. Menurut keyakinan orang Banten, peristiwa tsunami dan gempa akan berulang dalam 170 tahun sekali.

Bukan hanya itu, ada beberapa peristiwa dan tanda-tanda munculnya ancaman bencana yang tertuang dalam naskah-naskah kuno. Berikut ini adalah beberapa naskah kuno yang menguak bencana purba. Check it out!

  • Naskah Gembong

Naskah Gembong ditemukan di wilayah kampung Gembong, Kecamatan Jayanti, Kabupaten Balaraja, Banten. Salah satu isi naskah ini menyatakan bahwa sebelum bencana alam terjadi dapat ditandai dengan munculnya gerhana matahari di bulan Muharam, maka akan diikuti dengan peristiwa lindi atau gempa.

  • Naskah Kalembak

Naskah Kalembak ditemukan di Caringin Pandeglang, Banten. Dalam naskah ini diungkap tentang ramalan akan terjadinya bencana alam super dahsyat, yakni meletusnya gunung Krakatau. Ramalan ini ditulis kurang lebih 40 tahun sebelum terjadinya bencana tersebut. Naskah kalembak sendiri ditulis tahun 1843, dan tulisan tersebut atas dasar cerita-cerita dari leluhur

  • Naskah Kesunyatan

Naskah Kesunyatan merupakan naskah yang terdapat di Museum Negeri Banten, Banten. Manuskrip ini berisi tentang babad Banten dan penjelasan bahwa di Banten pernah terjadi bencana alam. Di dalamnya juga diungkap bahwa terjadinya gempa dan angin ribut merupakan pertanda akan datangnya seorang arif dan bijaksana yang akan memerintah negeri.

  • Naskah Lempuyang

Naskah Lempuyang yang ditemukan di Desa Lempuyang, kecamatan Tanara Serang, Banten mengungkap kemungkinan adanya tulisan yang tentang bencana alam. Di daerah tersebut, Syekh Nawawi al-Bantani dilahirkan dan merupakan salah satu dari para santri dari Tanara yang belajar ke Arab Saudi hingga menetap di sana.

Dengan adanya naskah kuno yang menguak peristiwa dan tanda-tanda bencana ini, bisa berpengaruh terhadap pengurangan risiko bencana. Masyarakat bisa mengambil pelajaran, bahwa pengurangan risiko bencana berbasis kearifan lokal tidak boleh dilupakan. Sebab, kejadian bencana bisa berulang kembali.

Pelestarian pengetahuan lokal sangat berpengaruh terhadap nilai risiko bencana. Melalui berbagai macam pengetahuan lokal dan ingatan kolektif, masyarakat dapat mengambil pelajaran bahwa mitigasi bencana berbasis kearifan lokal menjadi penting. Setiap daerah memiliki potensi bencana yang berbeda dengan karakteristik masyarakat yang berbeda, yang menghasilkan strategi berbeda pula dalam melaksanakan mitigasi bencana, kata Lien Sururoh, peneliti (Yayasan Skala Indonesia) dalam webinar Seminar Daring SEJAJAR ke-30 di Jakarta (6/10). (MA)