346 Tahun Pilu Ambon

346 tahun yang lalu mungkin menjadi sejarah yang tidak pernah terlupakan untuk masyarakat Ambon dan sekitarnya. Gempabumi telah mengguncang Ambon dan sekitarnya pada malam hari, tanggal 17 Februari 1674. Gempa disusul tsunami dari Laut Banda yang dicatat oleh Georg Everhard Rumphius (1627-1702), seorang ilmuwan Eropa yang pernah tinggal di Ambon.

Gempa dan tsunami berdampak kerusakan rumah warga dan menelan korban jiwa yang dperkirakan mencapai 2.500 orang meninggal dunia. Gempa yang terjadi pada antara pukul 19.30–20.00 waktu setempat bertepatan dengan suasana perayaan Tahun Baru Cina yang berlangsung cukup meriah di sekitar pasar. Guncangan yang sangat keras melanda seluruh Pulau Ambon dan pulau-pulau di sekitarnya, mengakibatkan 86 orang meninggal dunia tertimpa runtuhan bangunan dan rumah-rumah yang terbuat dari batu mengalami banyak retakan sehingga tidak bisa digunakan lagi.

Sesudah terjadi gempa bumi, gelombang pasang terjadi di seluruh pesisir Pulau Ambon. Pesisir Utara di Semenanjung Hitu menderita kerusakan yang paling parah, terutama di daerah Ceyt di antara Negeri Lima dan Hile. Di daerah ini air naik setinggi 40–50 toises atau sekitar 70–90 meter. Rumphius menjadi salah satu saksi bencana besar yang melanda Ambon masa itu.

Korban gempa dan tsunami tercatat diperkirakan mencapai lebih dari 2.500 jiwa. Catatan sang ilmuwan ini merupakan sebagian dari catatan sejarah gempa dan tsunami terkait bencana rapid onset yang pernah terjadi dan paling mematikan di Maluku serta sekitarnya.

Wilayah Laut Banda dan Kepulauan Maluku memiliki potensi gempabumi tektonik besar, dengan kekuatan gempa yang juga telah meningkat dalam satu dekade terakhir. Karenanya, diperlukan antisipasi gempabumi dan potensi tsunami yang bisa menyertai di masa mendatang. Dibutuhkan keterlibatan Pemerintah (baik pusat maupun daerah), akademisi, dunia usaha, media, dan masyarakat dalam kesiapsiagaan dan mitigasi menghadapi gempabumi dan tsunami.

Pemerintah perlu mempersiapkan sarana dan prasarana seperti rambu jalur evakuasi tsunami, memasang sistem peringatan dini, menyiapkan tempat evakuasi, dan simulasi agar warga siap sedia jika gempabumi dan tsunami terjadi.

Perlu diwaspadai jika guncangan gempabumi dirasakan lebih dari 20 detik, maka kekuatannya mampu mengguncang permukaan air laut sebagai tsunami. Tetap tenang dan segera evakuasi mandiri ke tempat yang lebih tinggi karena kedatangan tsunami bisa jadi hanya dalam hitungan menit saja.

Yuk jangan pernah melupakan sejarah! Kita harus belajar dari sejarah dan mempersiapkan dalam menghadapinya jika suatu saat bencana itu datang kembali! (MA)

Sumber : BNPB