Wabah COVID-19 adalah salah satu ujian terbesar bagi seluruh lapisan masyarakat di belahan bumi ini, termasuk Indonesia. Penyebaran wabah ini sudah ada di 125 negara di dunia dan lebih dari 4 juta yang terkena dan lebih dari 1,1 juta korban meninggal dunia. Setiap negara memberikan respon berbeda dalam menangani wabah COVID-19 ini, ada yang melakukan lockdown, ada yang PSBB, ada yang tidak menjalankan keduanya dan memilih cara lain.
Kamis (22/10), Mukhammad Fathoni, Ketua Bidang Divisi Kesehatan dan Psikologi Pusat Studi Kebumian dan Mitigasi Bencana Universitas Brawijaya pada webinar yang diselenggarakan BEM FH Universitas Brawijaya, menuturkan bahwa dalam melakukan penanganan COVID-19, tak semudah membalikkan telapak tangan. Ada beberapa tantangan yang dihadapi, yakni :
- Mindset masyarakat dengan model dan jenis persepsi yang beragam
- Literasi masyarakat atas pemberitaan media dan hoaks informasi
- Kapasitas birokrasi dalam menghadapi kondisi darurat yang tidak menentu
Untuk pencegahan penularan COVID-19 sendiri bisa melakukan sebagai berikut:
- Social dan physical distancing menjadi key point dalam bentuk aturan Pemkab, misalnya penerapan PSBB (aturan pelarangan berkumpul, sholat berjamaah di masjid DLL), pelarangan orang berpergian.
- Cuci tangan pake sabun (CTPS), disinfektan benda benda/ sarana dan prasarana di fasilitas umum.
- Mengedukasi masyarakat. terutama fokus pada pengurangan stigma negatif terhadap pasien positif COVID-19, karyawan rumah sakit dan tenaga kesehatan dan jenazah COVID-19.
Sedangkan cara melakukan mitigasi atau tindakan memperkecil dampak adalah dengan :
- Pelacakan kasus/tracking, isolasi mandiri atau pembuatan rumah karantina, rapid test masal jika hasilnya banyak yang positif tentu butuh dilakukan isolasi
- Memperbanyak ketersediaan pemeriksaan PCR di daerah dan mempermudah keterbukaan informasi
- Screening rapid test adalah bukan diagnostic utama
- Manajemen data yang baik agar mempermudah penanganan wabah
Saat pandemi COVID-19 seperti saat ini, bukan berarti membuat kita menjadi lengah terhadap ancaman bencana lainnya. Seluruh lapisan masyarakat juga harus melakukan upaya mitigasi bencana di masa COVID-19. Maka dari itu, perlu dilakukan peningkatan kapasitas masyarakat dengan cara:
- Peningkatan kapasitas mulai dari individu, masyarakat dan pemerintah daerah melalui program desa Tangguh, program pencegahan kebakaran hutan berbasis masyarakat desa, pelatihan evakuasi madiri.
- Peningkatan kemampuan pencegahan kebakaran hutan berbasis penguatan kemampuan daerah dan masyarakat desa sebagai penindak awal.
- Peningkatan kapasitas relawan
- Pembektuk forum-forum pengurangan risiko bencana pada tingkat komunitas dan kabupaten/kota/provinsi, sebagai wadah untuk komunikasi dan koordinasi antar pelaku PRB
Peran relawan sendiri sangat penting dalam melakukan pengurangan risiko bencana. Relawan dapat melaksanakan perannya dengan cara:
- Edukasi publik dengan menggunakan berbagai media, seperti agama, budaya, teknologi infromasi dan komunikasi.
- Membantu sosialisasi aplikasi kebencanaan seperti Inarisk, Magma, Info BMKG.
- Menjadi informan dalam semua fase penanggulangan bencana, khususnya saat pra bencana untuk menyebarkan early warning system.
- Berbagi informasi untuk membantu masyarakat meningkatkan kewaspadaan, kesiapan dan mengambil keputusan untuk selamat saat bahaya mengancam.
Jadi dalam upaya pengurangan risiko bencana itu bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, Sob! Serta, di saat pandemi COVID-19 seperti saat ini bukan berarti kita harus lengah terhadap ancaman bencana lainnya. Kita harus semakin gencar melakukan pengurangan risiko bencana. Yuk, lakukan bersama! (MA)