Sobat Disasterizen, BMKG adalah badan pemerintah yang bertugas di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika. Itu artinya, BMKG ada di garda terdepan dalam mengedukasi masyarakat tentang iklim dan cuaca.
Nah, salah satu area ‘main’ BMKG adalah perkembangan dan perkiraan kapan hujan dan tsunami akan datang. Karena itu, BMKG butuh teknologi early warning system untuk mendeteksi iklim, cuaca, dan tsunami dari jauh hari.
Apa saja teknologi ini? Yuk, simak!
MEWS
MEWS adalah singkatan dari Meteorology Early Warning System. Menurut buku Climate Knowledge and Climate Action yang diterbitkan oleh BMKG, MEWS berfungsi untuk menyediakan informasi cuaca dalam basis harian dan mingguan. Tentu, pengetahuan tentang cuaca sangatlah penting untuk memprediksi bencana-bencana alam seperti kebakaran hutan, banjir, maupun tanah longsor. Kabarnya, MEWS ini masih dalam proses pengembangan.
CEWS
Ruang kontrol CEWS. Dokumentasi siagabencana.com.
CEWS adalah singkatan dari Climatology Early Warning System. Produk BMKG yang satu ini menyediakan informasi cuaca untuk hingga 10 hari, sebulan, 3 bulan, dan satu musim ke depan. Mudahnya, ini adalah kepanjangan tangan dari MEWS.
"Untuk berkontribusi terhadap pemantauan iklim dan memberikan informasi iklim yang tepat waktu dan layanan untuk peringatan dini dan mitigasi terhadap dampak buruk akibat kejadian iklim ekstrim di berbagai sektor sosial-ekonomi.
Produk peringatan dini ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan bagi pengguna untuk melakukan kegiatan mitigasi dan adaptasi sektor yang terkait untuk pembangunan berkelanjutan di negara Indonesia."
-Sumber: Website resmi CEWS BMKG.
InaTEWS
Nah, ini adalah salah satu produk yang paling krusial. InaTEWS atau Indonesian Tsunami Early Warning System adalah sistem peringatan dini tsunami yang dikembangkan berbasis teknologi DSS (Decision Support System). Sistem ini mengeluarkan peringatan tsunami kurang lebih 5 menit setelah gempa terjadi. Sistem ini diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono pada November 2008 silam dengan bantuan para pendonor dari Jerman, Cina, Jepang, dan Amerika Serikat.
Sistem kerja InaTEWS terbilang cukup rumit. Singkatnya, InaTEWS menerima data dari seismograf dan kemudian dicocokkan dengan data dari buoy (pelampung) yang dipasang di dasar-dasar laut. Jika datanya cocok dan ada kemungkinan tsunami, maka peringatan-peringatan akan dikeluarkan.
Namun walaupun begitu, tidak ada yang bisa menjamin keselamatan kita. Walapun dengan teknologi secanggih ini, namun akan ada masanya di mana sebuah teknologi mengalami error atau tidak dapat mendeteksi. Tentu, kita masih ingat dengan Tsunami Banten 2018 silam. Pada saat itu, BMKG sudah sempat mengeluarkan peringatan dini waspada tsunami, lalu dinyatakan berakhir. Setelah itu, barulah tsunami datang dan menewaskan kurang lebih 400 orang. Karena tsunami yang terjadi disebabkan oleh longsoran di bawah laut yang tidak dapat terdeteksi oleh alat.
Solusinya? Bekali diri kamu dengan informasi-informasi kebencanaan, ya! Dan jangan lupa untuk selalu awas dan siap siaga! (RG)