Menilik Lebih Dalam Kajian Risiko Bencana Partisipatif

Menilik Lebih Dalam Kajian Risiko Bencana Partisipatif

Masih ingat dengan peristiwa gempa yang terjadi pada 28 september 2018? Gempa berkekuatan M 7,4 pada 2018 lalu tersebut telah meluluhlantahkan wilayah Teluk Palu dan memicu terjadinya tsunami, serta likuifaksi. Daerah yang paling terdampak dari peristiwa tersebut adalah Kota Palu, Kabupaten Donggala, Sigi dan Parigi Moutong.

Peristiwa tersebut menimbulkan banyak korban. Hal ini dikarenakan kurangnya upaya mitigasi bencana dan memang wilayah Sulawesi Tengah memiliki risiko bencana sedang sampai tinggi. Selain itu, belum adanya regulasi yang baku mengenai tata rencana pemetaan partisipatif. Maka dari itu, tidak ada peta yang seragam untuk menetapkan hal tersebut sebagai dasar pembuatan peta risiko bencana.

Apa itu pemetaan partisipatif?

Pemetaan partisipatif adalah sebuah metode pemetaan yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku pemetaan wilayahnya, sekaligus juga akan menjadi penentu perencaaan pengembangan wilayah mereka sendiri.

Ada beberapa karakteristik pemetaan partisipatif, diantaranya adalah :

  • Melibatkan seluruh anggota masyarakat.
  • Masyarakat menentukan sendiri topik pemetaan dan tujuannya.
  • Masyarakat menentukan sendiri proses yang berlangsung.
  • Proses pemetaan dan peta yang dihasilkan bertujuan untuk kepentingan masyarakat.
  • Sebagian besar informasi yang terdapat dalam peta berasal dari pengetahuan masyarakat setempat.
  • Masyarakat setempat menentukan sendiri penggunaan peta yang dihasilkan.

Selain itu, ada juga beberapa tahapan kegiatan dalam melakukan pemetaan partisipatif, yakni:

  • Pertemuan awal yang mensosialisasikan gagasan mengenai pemetaan kepada seluruh masyarakat dan membuat keputusan-keputusan awal yang penting dalam pemetaan bagi masyarakat.
  • Melakukan pembuatan rencana pemetaan yang akan dilakukan.
  • Pelatihan penggunaan alat pemetaan dan perangkat lunak kepada masyarakat.
  • Melakukan pengumpulan informasi dan penyusunan peta manual, serta mengecek informasi yang diperlukan sebelum tahap penyelesaian akhir (dilakukan setelah kegiatan pemetaan di lapangan selesai).
  • Melakukan pengesahan peta dan mendiskusikan strategi, serta rencana tindak lanjut penggunaan peta.

Terdapat beberapa produsen peta bahaya yang datanya dapat dipakai dalam melakukan kajian risiko bencana yang sesuai dengan (Perka Badan Informasi Geospasial No 9 tahun 2016 mengenai Kebijakan Satu Peta), misalnya saja :

  • Peta rawan banjir (BIG, PUPR dan BMKG)
  • Peta rawan banir bandang (PUPR)
  • Peta KRB tsunami (ESDM)
  • Peta KRB Gempa bumi (ESDM)
  • Peta KRB longsor (ESDM)
  • Peta KRB gunung Api (ESDM)
  • Peta kekerunagn (BMKG)
  • Peta Klimatologi angina dan gelombang laut (BMKG)
  • Peta cuaca ekstrem (BMKG)
  • Peta rawan kebakaran hutan dan lahan (KLHK)
  • Peta lintasan dan rekaman seismic, peta patahan aktif, peta kerentanan, likuifaksi dan peta geologi (ESDM)
  • Peta peringatan dini tsunami, peta percepatan tanah maksimum, peta proyeksi bencana hidrometrologi dan peta episenter gempa bumi (BMKG)

Tidak sampai di situ, terdapat Norma, Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK) mengenai pemetaan partisipatif yang berisi mengenai:

  • Perkiraan kerentanan yang akan memicu dampak bencana (bangunan rentan, tingkat ekonomi, kesehatan, dan lain sebagainya).
  • Perkiraan jumlah dan kondisi demografi penduduk yang terdampak.
  • Perkiraan sarana, prasarana dan infrastruktur yang terdampak.
  • Perencanaan tempat (shelter) dan jalur evakuasi (route).
  • Perencanaan titik kumpul.
  • Perkiraan kapasitas wilayah (pengetahuan/kompetensi, keterlibatan dan kapasitas penduduk menghadapi bencana).

Ada juga beberapa unsur dalam pemetaan partisipatif, diantaranya adalah:

  • Pembina, yaitu BNPB dan BPBD setempat.
  • Pengawas, yaitu Kementerian atau lembaga.
  • Pelaksana, yaitu Pemerintah Daerah dan masyarakat.
  • Fasilitator, yaitu tim yang terdiri dari BNPB, BPBD, Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah, masyarakat.

Sri Idawati, BPBD Kab. Sigi dalam webinar yang diselenggarakan oleh Islamic Relief Worldwide pada Selasa (20/10), mengatakan berbagai pihak yang ada di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah merasa penting untuk segera melakukan kajian risiko bencana (KRB). Namun, ada beberapa tahap yang harus dilakukan untuk menyusun KRB, yaitu:

  • Tim penyususn membagikan kuisioner ke desa-desa untuk mengetahui kapasitas di desa tersebut.
  • Tim penyusun membagikan link yang di isi di desa untuk mengetahui ancaman
  • Pada saat workshop, draft kajian risiko bencana, turut mengundang ESDM Provinsi Sulawesi Tengah untuk data longsor. Sedangkan, BMKG untuk data cuaca dan gempa, serta menghadirkan camat untuk memberikan masukan dan saran.

Proses penyusunan KRB Kabupaten Sigi dilakukan dengan cara:

  • Pembentukan tim KRB yang terdiri dari OPD terkait, akademisi, lembaga, tim teknis penyusunan KRB dengan keputusan Bupati Sigi No 360-313 tahun 2020. Tim penyusun memberikan saran masukan dan data sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
  • Tim penyusun melakukan survei ke lokasi yang rawan bencana.

Untuk kekanisme penyusunan KRB sendiri, dilakukan dengan:

  • Partisipasi kelompok dalam penentuan indikator potensi ancaman
  • Partisipasi kelompok dalam penentuan indikator kerentanan
  • Partisipasi kelompok dalam penentuan indikator kapasitas
  • Partisipasi kelompok dalam evaluasi dokumen KRB 2017-2021
  • Pertisipasi kelompok dalam penentuan risiko bencana

Penyususnan KRB partisipatif ini memberikan kesempatan kepada masyarakat (pemerintah dan swasta) untuk mengikuti proses penyusunan memberikan sumbangan pemikiran, sehingga dapat memperkuat identifikasi indicator dan kualitas data. Selain itu, penyusunan KRB partisipatif ini juga memudahkan dalam proses sosialisasi KRB kepada masyarakat umum. (MA)

Dipost Oleh Mutia Allawiyah

Hello, Disasterizen! It's me Mutia. I'm a content writer at Siagabencana.com. I'll provide information about natural disaster preparedness. Nice to know you guys, cheers!

Tinggalkan Komentar